TOTABUAN.CO – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengaku siap menggugat Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa dan Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek terkait pemberian rokok kepada Orang Rimba di Sungai Kemang, Jambi. Hal ini pun menuai kritik dari pelaku industri rokok.
Sikap YLKI itu dinilai kental dengan kampanye antitembakau yang diusung sejumlah lembaga donor internasional. Ketua Umum Persatuan Pekerja Muslim Indonesia Sektor Rokok, Tembakau dan Minuman, Bonhar Darma Putra menegaskan, pemberian rokok sah-sah saja karena merupakan produk legal dan juga tidak menyalahi aturan.
YLKI seakan menafikan jika tembakau, terutama rokok kretek, merupakan warisan budaya sehingga sangat wajar pemberian itu rokok itu merupakan pendekatan sosio-kultural oleh seorang menteri.
“Sikap YLKI itu tidak ada urgensinya. Ini jelas-jelas kampanye antitembakau. Omong kosong bicara keras tanpa ada sponsor di belakangnya, sudah dapat dana maka dia teriak,” tegas Bonhar, di Jakarta, Jumat (27/3/2015).
Dia menuding, selama ini YLKI menjadi salah satu penerima dana kampanye antitembakau. Tak heran, konsumen rokok, yang tak selaras dengan kepentingan YLKI selalu dipojokkan. Padahal, kontribusi industri tembakau terhadap pendapatan negara sangat besar.
Lagi pula, rokok adalah barang legal, bahkan negara membutuhkan uang cukai rokok untuk membangun negeri ini selama bertahun-tahun. Tahun 2014 lalu sumbangan cukai rokok mencapai Rp112 Triliun. Tahun ini ditargetkan menjadi sebesar Rp 138 triliun, atau sebesar 8% dari nilai APBN.
Ia menegaskan, sikap YLKI selama ini sudah jelas, memilih-milih kategori konsumen sesuai kepentingannya. “YLKI sudah jadi lembaga kepentingan,” sindir Bonhar.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nurtanio Wisnu Brata menegaskan bahwa rokok adalah produk illegal. Artinya rokok bukan barang terlarang. Karena itu, adalah wajar bila seseorang, termasuk menteri, memberi rokok kepada pihak lain.
Wisnu mengingatkan, di daerah tertentu saling memberi rokok adalah bagian dari kultur masyarakat. “Menteri Sosial ini menggunakan bahasa kultural dengan memberi rokok, tidak ada yang salah,” tegas Wisnu.
Apalagi jika pemberian rokok itu diproduksi di dalam negeri, menggunakan bahan baku lokal, justru harus bangga ketimbang memberi rokok yang diproduksi di luar negeri. “Sikap YLKI itu terlalu kebablasan,“ tegas Wisnu.
Petani tembakau di Temanggung ini mencurigai, sikap YLKI itu mempunyai target khusus agar bisa terus bekerjasama dengan lembaga donor asing, seperti Bloomberg Initiative dan Bill and Melinda Gates Foundation yang kini lagi menggelontorkan dana triliun rupiah untuk kampanye antitembakau.
YLKI harusnya paham, kontribusi industri cukai terhadap pendapatan negara digabung antara pajak dan cukai mencapai Rp 200 triliun mengalahkan sumbangan dari sektor lain. “Semestinya YLKI paham hal ini,” tandasnya.
sumber: liputan6.com