TOTABUAN.CO — Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait menilai, vonis mati yang dijatuhkan kepada Yusman Telaumbanua oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunungsitoli Sumatera Utara banyak kejanggalan. Hal itu diungkapkannya usai menengok Yusman di Lembaga Pemasyarakatan Batu Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
“Ada kejanggalan-kejanggalan dari (pengakuan) korban, kemudian dalam proses pemeriksaan itu (Yusman) tidak didampingi penasihat hukum. Yang kedua, (dia) tidak mengerti putusan hukuman mati itu apa, lalu kemudian pengacaranya minta hukuman mati,” ucapnya di Dermaga Wijaya Pura, Cilacap, Rabu (25/3).
Bahkan, jelas Arist, saat ditanya yang dimaksud hukuman mati, Yusman tidak mengetahui apa maknanya. Arist mengemukakan, pemberitaan yang disampaikan mengenai kejanggalan vonis mati yang dijatuhkan kepada Yusman yang masih berumur 16 tahun saat itu, sudah sangat jelas menyalahi aturan.
“Tadi saat bertemu dengan Yusman, kami meminta data dari korban mengenai statusnya masih anak atau tidak. Kemudian mengklarifikasi proses penuntutan, mulai dari proses pemeriksaan, tuntutan sampai vonis, itu juga kita mintakan,” lanjutnya.
Pihaknya juga meminta keterangan tentang keluarganya. “Kalau dia betul-betul seperti apa yang kita temukan (masih di bawah umur), sesuai dengan keterangan dari Yusman, maka tidak ada hukuman mati bagi anak-anak. Karena itu, kita minta proses hukumnya untuk dikembalikan. Bila dia dituduh bersalah melakukan pembunuhan, maka dihukum selama 10 tahun,” jelasnya.
Hukuman mati bagi anak, kata Arist, tidak dibenarkan oleh hukum yang berlaku di Indonesia. “Bahkan Hukum Internasional itu (tidak mengenal) hukuman mati (bagi anak-anak),” tuturnya.
Dalam waktu dekat, rencananya pihaknya akan mengajukan peninjauan kembali dengan beberapa bukti baru yang dikumpulkan.
“Jadi langkah yang kita lakukan adalah membantu Yusman untuk PK dengan bukti-bukti baru, lalu yang kedua mempermudah PK agar dia (Yusman) tidak dihukum mati,” katanya.
Arist berharap Yusman tidak dihukum mati, jika apa yang diakui Yusman benar adanya. “Dia mengakui sampai tadi bahwa usianya masih 16 tahun (saat divonis), tetapi (saat itu) dipaksakan pihak kepolisian, menurut dia,” tutur Arist .
Arist mengemukakan, persoalan ini bukan bagian dari tawar menawar hukum, tetapi untuk mencari verifikasi pengakuan yang diungkapkan Yusman.
“Jika dia melakukan pembunuhan, dia (Yusman) kita minta kembali ke (LP) Tanjung Gusta Medan. Di mana awalnya, dia sebelum dikirim ke Nusakambangan,” ujar Arist.
sumber : merdeka.com