TOTABUAN.CO — Fenomena cabe-cabean masih marak di kalangan remaja. Tak sedikit di antara mereka yang sengaja menjadi cabe-cabean karena faktor ekonomi. Sekolah sudah tidak mau, akhirnya keluyuran daripada di rumah tidak ada pekerjaan.
Seperti juga yang terjadi pada N, remaja usia 15 tahun yang memilih melakoni pergaulan salah kaprah. Bersama teman-temannya, N keluyuran dan melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya untuk remaja seusia N. Orang-orang menyebutnya cabe-cabean.
Remaja gadis seusia N harusnya duduk di bangku sekolah mengenyam pendidikan dengan baik. Namun, kondisi justru membawa N menjadi remaja cabe-cabean. N memutuskan berhenti sekolah saat dia duduk di bangku kelas 3 Sekolah Menengah Pertama. Padahal sebentar lagi N akan ujian kelulusan.
“Harusnya saya UN (Ujian Nasional). Tapi saya bandel dan sering bolos, jadi berhenti aja. Terus kata orang tua saya, ya udah kalau mau berhenti sekolah mau ngapain di rumah aja? Akhirnya saya kerja di Pasar Pagi,” tuturnya.
Keluarga N memang tergolong keluarga tidak mampu. Kondisi ini juga yang menjadi alasan N tidak melanjutkan sekolah dan memilih hidup di jalanan. Setiap hari N pergi dan pulang hingga larut malam. Tak jarang dirinya pun menjadi pelampiasan nafsu para lelaki hidung belang.
Malam itu mungkin nasib N sedang apes. Atau mungkin justru nasib inilah yang membawa N ke jalan yang benar. Saat itu N baru saja pulang nonton konser dan sedangah keluyuran di sekitaran Kota Tua, Jakarta Pusat. Tengah malam, N terkena razia yang dilakukan oleh Dinas Sosial DKI Jakarta.
N kemudian dibawa ke Panti Sosial Bina Karya Wanita (PSBKW) Harapan Mulya untuk dibina. Di sinilah N mengaku kalau dirinya sudah insyaf dan ingin melanjutkan sekolahnya. N menyesali perbuatannya, dan ketika orang tuanya datang menjenguk, dia melontarkan keinginannya untuk sekolah lagi.
“Iya saya mau sekolah lagi. Ada tawaran dari om saya, saudaranya Bapak. Dia kan nggak punya anak, nah saya mau diangkat jadi anak dan disekolahin,” ungkap N.
Dari PSBKW sendiri N juga sebenarnya sudah menawarkan sekolah paket di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Taruna Bangsa, Tebet-Jakarta Selatan. Di sana N bisa melanjutkan sekolah tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun.
“Di sana mereka dibina gratis. Dapat keterampilan juga. Jadi kalau masalahnya ekonomi, ya di sana saja,” tukas Helmiaty Bakrie, Kepala PSBKW.
Tapi N mengatakan kalau dirinya tidak ingin lagi berpisah dari orang tuanya. Ia mengaku ingin tetap tinggal bersama ayan dan ibunya. Meski begitu, N juga masih mempertimbangkan tawaran yang diberikan PSBKW.
“Saya masih bingung. Tapi yang penting nantinya saya bisa sekolah dan punya ijazah. Supaya bisa kerja bener,” tutup N.
sumber : merdeka.com