TOTABUAN.CO — Pemerintah diminta mengakui pembantu rumah tangga (PRT) sebagai suatu profesi mengingat keberadaan pelakunya banyak dibutuhkan rumah tangga. Pengakuan ini dirasa diperlukan agar PRT dapat memperoleh upah yang layak.
“Kalau dilihat, pekerjaan rumah tangga dikerjakan PRT jadi murah dan tidak ada nilainya, tetapi jika pekerjaan itu ‘ditarik’ jadi bisnis atau profesi, maka akan mendapat penghargaan dengan nilai upah jauh lebih tinggi,” kata Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi Dian Kartikasari saat konferensi pers “Tuntutan Perempuan: Melindungi PRT, Menghapus Perbudakan di Bumi Indonesia” di Jakarta, Jumat (6/3).
Menurutnya, PRT harus diakui sebagai profesi, yakni pekerja rumah tangga bukan pembantu rumah tangga sehingga pekerjaan itu lebih bernilai di mata masyarakat terutama pemberi kerja.
“[Dengan menjadi profesi] para pencari PRT bisa menghargai PRT dengan cukup baik. Misalnya, pengasuh bayi dihargai Rp 200.000 per bulan tetapi kalau jadi ‘baby sitter‘ upahnya bisa Rp 1,2 juta,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, ketidakadilan yang diterima PRT bukan hanya dalam bentuk kekerasan dan penghinaan tetapi juga sumbangan PRT dari segi ekonomi menjadi tidak dihargai.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan permasalahan PRT bukan hanya terkait perlindungan hukum tetapi juga PRT merupakan pekerjaan rentan karena hanya merupakan pekerjaan informal dan bukan profesi.
Menurutnya, PRT harus dipandang sebagai profesi yang setara dengan profesi lainnya yang membutuhkan pendidikan untuk menjalankan pekerjaan dan mendapat upah yang layak. “Agar tidak rentan, PRT harus menjadi profesi,” tuturnya.
Sementara itu, Koordinator Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) Kodar Tri Wusananingsih mengatakan pola pikir masyarakat terhadap PRT perlu diubah sehingga tidak memandang sebelah mata pekerjaan yang dilakukan pelakunya.
“‘Mindset‘ (pola pikir) dalam pikiran masyarakat, pembantu rumah tangga itu direndahkan, kelas berbeda, ditekan, dan diperlakukan semena-mena,” katanya.
Ia mengatakan, PRT juga harus mendapatkan posisi sederajat dengan profesi lainnya karena masyarakat tidak bisa lepas dari kebutuhan PRT untuk melaksanakan kegiatan rumah tangga seperti merawat dan memelihara rumah, merawat anggota keluarga.
Kemudian, lanjutnya, PRT memberikan kesempatan bagi pejabat, politisi, profesional dan masyarakat lainnya untuk bekerja menjalankan perannya memperoleh penghasilan, kedudukan dan kehormatan.
Dengan demikian, sumbangan PRT harus dihargai dengan menjadikannya suatu profesi dan mendapatkan pendidikan dan keterampilan untuk meningkatkan sumber daya manusianya.
sumber : beritasatu.com