TOTABUAN.CO — FATHURRAHMAN Said, pria asal Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur pernah divonis mati akibat kanker kelenjar ludah. Namun berkat kenyakinannya untuk sembuh, akhirnya Fathurrahman dinyatakan bebas dari kanker. Bahkan ia menjadi duta kanker dari Rumah Sakit Modern Cancer Hospital Guanzho, China, untuk Indonesia dan ASEAN.
Namun, untuk bisa sembuh dari penyakit kanker kelenjar ludah yang dideritanya, membutuhkan perjalanan panjang dan berliku. Tak jarang menerima pengalaman pahit. Salah satunya ketika divonis mati oleh dokter saat melakukan konsultasi.
“Saat itu saya selesai operasi di Bangkalan, tetapi tidak sembuh. Saya konsultasi pada dokter yang ada di Surabaya. Dokter itu memvonis mati saya tiga bulan dan maksimal enam bulan pada tahun 2006 lalu,” terang Jimhur Saros, sapaan akrab Fathurrahman Said, belum lama ini.
Menurut Jimhur, pasca divonis mati oleh dokter membuat perasaan dirinya galau dan terus menghantui pikiran. Sebab, yang memvonis mati dirinya merupakan profesor, bukan orang biasa. Tetapi, dalam hati kecil ia tetap berkeyakinan akan sembuh dari penyakit kanker yang diderita.
Kemudian ia menjalani operasi kedua di RSAU, Surabaya. Saat itu dirinya ditangani lima tim ahli. Lalu dokter memberikan sebuah pilihan yang sulit yakni, memotong saraf kelima dan ketujuh, yang menghubungkan mulut dan mata atau pilihan kedua telinga dipotong.
“Karena kanker sudah menjalar ke saraf. Posisi benjolan kanker berada dibawah telinga sebelah kanan. Istri saya tidak setuju kalau telinga yang dipotong, akhirnya saraf kelima dan ketujuh yang dipotong,” ucap Presiden “Kaconk Mania” ini.
Akibat dari pemotongan kedua saraf itu, matanya sulit dipejamkan ketika hendak tidur, harus dibantu oleh tangan. Begitu juga dengan mulut, sudah tidak normal lagi. Rupanya operasi tersebut tidak berhasil, penyakit kanker yang sudah dibuang itu tumbuh lagi.
“Lalu saya dikemo dua kali dan disinar sebanyak 72 kali di RSUD dr Soetomo, Surabaya. Lagi-lagi tidak membuahkan hasil. Kanker masih belum hilang. Lalu saya konsultasi pada dokter. Jawaban dokter itu, sambil kedua tangan keatas dan bilang pasrahkan saja pada yang maha kuasa. Artinya dokter sudah tidak mampu dan tinggal menunggu ajal,” paparnya.
Selanjutnya ketua LSM Lempar ini pulang ke kampung halaman, dan mencoba pengobatan alternatif. Semua tabib dan dukun yang ada di Jawa Timur sudah didatangi supaya kanker yang diderita bisa sembuh. Namun, hasilnya nihil.
Ia mencoba beraktivitas layaknya orang tidak memiliki penyakit. Lalu Jimhur membaca sebuah iklan pada surat kabar tentang pengobatan kanker di China. Awalnya, ia tidak begitu merespon, tapi iklan tersebut selalu diingat.
“Tak lama berselang penyakit saya kambuh lagi dan sakitnya luar biasa. Akhirnya, saya ingat tentang pengobatan kanker di China, dan memutuskan untuk berobat kesana. Saya berangkat kesana pada pertengahan tahun 2006. Saya berwasiat pada teman-teman wartawan nomor pin brangkas supaya diberikan pada notaris, di dalam brangkas ada harta dan utang saya. Karena saya takut mati di China,” urainya.
Sesampai di China, sambung Jimhur, dirinya langsung meminta dioperasi pada salah satu dokter yang ada disana. Anehnya, sang dokter malah tertawa dan bilang tidak perlu dilakukan operasi. Jika dioperasi kembali, maka akan merusak pada organ tubuh yang lain.
“Terus saya bertanya, jika tidak dioperasi bagaimana caranya untuk menyembuhkan kanker saya, dokter hanya tertawa. Setelah tiga hari di China, kanker saya diobati dengan cara pembekuan. Jadi akar kanker dibekukan dibawah minus 10 derajat. Itu hanya dikerjakan 30 menit dan dibius lokal, seakan-akan tidak masuk akal. Setelah itu disuruh keluar,” ucapnya.
Saat dibekukan memakai alat seperti suntikan supaya akar kanker mati. Berselang tiga hari ditembak partikel sebanyak enam kali. Partikel ini berfungsi untuk melindungi supaya kanker tidak membesar dan menjalar ke organ tubuh yang lain. Jadi pengobatannya sangat canggih. Setelah 15 hari dirawat di China, dirinya pulang.
“Berselang satu bulan, saya kembali ke China untuk menjalani pengobatan berikutnya yakni diimun. Jadi imun itu diambil darah dari tubuh saya sebanyak 500 miligram, untuk dibawa ke laboratorium selama 12 hari. Dicari sel darah yang bagus, lalu dimasukkan lagi ke dalam tubuh. Ketika dimasukkan darah yang awalnya merah berubah menjadi putih,” ucapnya.
Pasca diimun Jimhur kembali ke Indonesia. Kemudian kanker yang awalnya menyerupai benjolan terus kempes dan hilang. Jadi penyakit kanker dihilangkan dengan cara alami. Setelah satu tahun, dirinya kembali lagi ke China untuk diimun lagi dan fotodinamik. Serta diisolasi dalam kamar, tidak boleh terkena sinar matahari dan lampu.
“Televisi hanya dengar suaranya selama 15 hari. Setelah itu masuk ke ruangan khusus untuk dideteksi sisa-sisa kanker. Ketika masih ada langsung ditembak pada tempat kanker. Usai ditembak, saya bebas kanker dan kembali ke tanah air,” paparnya.
Jimhur menambahkan, kini dua dokter yang memvonis dirinya mati sudah meninggal terlebih dulu. Begitu juga dengan notaris yang dititipkan sebuah wasiat, juga sudah meninggal dunia. Dalam berobat ke China menghabiskan biaya totalnya sekira Rp235 juta.
“Biaya pengobatan disana tidak mahal, sama dengan disini. Biaya kamar saja sama dengan di RSUD Soetomo, hanya transportnya yang mahal. Alhamdulillah, sekarang saya sudah bebas dari kanker dan menjadi duta kanker dari rumah sakit modern cancer hospital Guanzho, China, untuk Indonesia dan Asean,” pungkasnya.
sumber : okezone.com