TOTABUAN.CO — Presiden Joko Widodo memastikan sudah memilih Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) menggantikan Jenderal Pol Sutarman. Meski masa pensiunnya masih beberapa bulan lagi, tetapi pemerintah telah mengajukan pergantian tampuk pimpinan Korps Bhayangkara tersebut di awal 2015.
Menurut Direktur Pusat Kajian Anti- Korupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar, terpilihnya Budi Gunawan menduduki jabatan Kapolri dikecam banyak pihak. Apalagi sistem pemilihan yang dilakukan mantan gubernur DKI Jakarta ini tidak transparan. Tindakan itu berbanding terbalik dengan janjinya saat kampanye pemilihan presiden lalu.
“Kita melihat, cara memilihnya Jokowi aneh, ada yang masukin ke KPK, ada yang tidak. Yang paling menjadi problem menurut kita adalah tidak ada proses terbuka. Padahal dia janji untuk mencari orang terbaik, anti- korupsi, kan janji Jokowi-JK kampanye dulu,” kata Zainal.
Zainal menambahkan, ranah hukum seharusnya bebas dari hingar bingar partai politik. Apalagi, posisi Menteri Hukum dan HAM sudah dijabat orang parpol, termasuk jabatan Kejaksaan Agung yang kini dipegang HM Prasetyo yang notabene petinggi NasDem, disusul jabatan Kapolri yang bakal diisi orang dekat Megawati, Budi Gunawan.
“Kami kecewa. Ini lagi, Kapolri dipilih dengan cara serampangan karena tidak melalui proses mumpuni,” keluh dia.
Tak heran jika terjadi kekhawatiran penempatan ini bakal mengganggu independensi di bidang penegakan hukum di Tanah Air. Apalagi, keberadaan partai sangat dekat dengan kepentingan.
“Harusnya bebas dari kepentingan, seperti jaksa agung, jabatan partai itu biasanya sangat dekat dengan kepentingan,” tutupnya.
sumber : merdeka.com