TOTABUAN.CO — Presiden Joko Widodo diminta melibatkan Pusat Pelaporan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memilih Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).
“Ini diperlukan untuk menelusuri track recordpara kandidat,” ujar Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto di Jakarta, Selasa (6/1).
Dengan penelusuran itu, akan terlihat kandidat Kapolri yang bersih dan yang tidak bersih. Penelusuran juga diperlukan untuk mengetahui apakah para kandidat termasuk bagian dari petinggi Polri yang memiliki rekening gendut.
Agus mengaku pihaknya belum mengetahuinya secara jelas tentang rekening gendut di tubuh petinggi Polri. Soalnya, belum pernah dibuka ke publik secara detail, walaupun Komisi Informasi Pusat sudah memutuskan itu wajib dibuka.
“Jadi, kalau disebut sudah clear, ternyata belum dijelaskan siapa saja pemiliknya. Harus ditanya ke Komisi Informasi Pusat,” kata Agus.
Saat ini, seperti diberitakan di media massa, beredar lima nama kandidat Kapolri untuk mengantikan Jenderal Polisi Sutarman. Mereka, Komjen Bahruddin Haiti, Komjen Budi Gunawan, Irjen Safarudin, Irjen Unggung Cahyono, dan Irjen Pudji Hartanto.
Dikabarkan, nama Budi Gunawan mencuat karena dianggap berhasil dan serius membenahi mutu pendidikan personel Polri ketika selama tiga tahun menjadi Kepala Lembaga Pendidikan Polri.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane berharap tidak ada upaya saling jegal di antara jenderal senior di Mabes Polri untuk kandidat Kapolri. “Sebab, sesuai UU Kapolri adalah hak prerogratif presiden,” ujarnya.
sumber : beritasatu.com