TOTABUAN.CO — Pada Rabu (31/12) sore saat masyarakat Indonesia menanti jam-jam pergantian tahun, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran MA Nomor 07 Tahun 2014. SEMA itu memerintahkan kepada seluruh hakim di seluruh Pengadilan Negeri untuk menolak permohonan terpidana mengajukan Peninjauan Kembali.
Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti menilai, SEMA tersebut telah menentang konstitusi. Sebab, Mahkamah Konsitutisi telah mengeluarkan putusan yang sifatnya tetap mengikat untuk mencabut Pasal 268 ayat 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHP, yang berbunyi PK hanya dibolehkan sekali.
“Kami mendesak MA mencabut SEMA tersebut. Kalau ini dituruti, maka hakim-hakim itu bisa melaksanakan putusan yang inkonstitusional, terlebih untuk melaksanakan hukuman mati bagi puluhan narapidana,” katanya kepada wartawan pada jumpa pers di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (5/12).
Padahal, lanjut Poengky, SEMA tersebut tidak bersifat mengikat dan hanya bersifat rekomendasi internal kepada hakim. “Dibanding putusan MK yang berlaku final dan mengikat dan wajib ditaati oleh seluruh warga Indonesia,” ujarnya.
Kalau PK hanya dapat dilakukan sekali, dikhawatirkan itu akan menciderai asas keadilan yang melekat kepada seluruh warga. SEMA tersebut hanya akan membiakan arogansi hakim yang menjadikannya semena-mena dalam menegakkan hukum.
“Karena hakim bukan dewa yang bisa benar unuk memutuskan perkara. Oleh karena itu, ada PK hingga dua, tiga kali untuk keadilan. Kalau PK hanya dapat dilakukan sekali itu akan menggerus keadilan,” pungkasnya.
sumber : beritasatu.com