TOTABUAN.CO — Di usianya yang sudah uzur, Suweha (65) mungkin hanya bisa bermimpi bisa beribadah ke Tanah Suci. Dengan profesinya sebagai marbot (penjaga masjid), keinginannya untuk berdoa di depan Kabah, dirasa sangat tidak mungkin. Apalagi dia sempat gagal berangkat untuk umroh pada 2012 lalu.
Jika sudah takdir, tak ada yang mampu menghalangi. Pria kelahiran Kebumen itu terpilih dalam rombongan 30 marbot se-Jakarta yang dipilih Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk diberangkatkan beribadah umroh. Besok, Kamis (18/12) Suweha akan terbang ke Tanah Suci. Kegiatan ini merupakan kerjasama Pemprov DKI Jakarta bersama Dewan Masjid Indonesia (DMI).
Saat ditemui di rumahnya di Jalan Papanggo II RT 07/03, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (17/12) siang, Suweha tak mampu menahan rasa haru dan bahagia. Sesekali, ayah dari enam anak ini tertawa lebar, namun matanya tampak berkaca-kaca.
Suweha mengaku, terkejut begitu tahu bakal dilepas oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk berangkat umroh di Balai Kota, Jakarta Pusat. “Tadi kayak mimpi indah bisa ketemu pak Ahok dan bisa pergi umroh gratis,” ujar Suweha kepada wartawan di rumahnya, Rabu (17/12).
Dia berkisah, sebetulnya rencana umroh sudah ada sejak tahun 2012 lalu. Saat itu, dia bersama tiga marbot lainnya akan diberangkatkan umroh oleh DMI. Namun karena ada marbot lainnya menginginkan hal yang sama, rencana tersebut akhirnya diundur, sehingga DMI mendata ulang para marbot tersebut.
Dimasukannya Suweha dalam daftar marbot pertama yang bakal dikirim Mekkah, lantaran Masjid Babutthoyib yang diurusnya merupakan salah satu masjid mandiri. Artinya, masjid besar berlantai dua itu, dibangun dari hasil swadaya masyarakat, bukan dari sokongan pemerintah.
Meski keberangkatannya saat itu ditunda, namun Suweha tak berkecil hati. Dia terus beribadah dan berdoa, agar keinginannya pergi ke Mekkah bisa terkabul. Benar saja, di awal kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo pada 2013 lalu, pemerintah berencana memberangkatkan marbot ke tanah suci. Perlahan namun pasti, rupanya rencana tersebut kini teralisasi.
“Awalnya saya sudah putus asa dan berpikir tidak akan jadi pergi ke tanah suci. Ternyata, Tuhan berkata lain. Saya dan puluhan marbot lainnya bisa berangkat ke tanah suci,” kata Suweha.
Suweha mengatakan, dengan upah sebesar Rp 800.000 per bulan sebagai marbot, sangatlah sulit untuk bisa pergi umroh. Terlebih upah sebesar itu, baru ia dapatkan sejak beberapa tahun terakhir.
“Saya jadi marbot sejak tahun 1971. Selama puluhan tahun jadi marbot, saya baru menerima gaji sejak tiga tahun lalu. Besaran upahnya dulu Rp 300.000 dan terus naik sampai sekarang Rp 800.000 per bulan,” jelas Suweha.
Dia menambahkan, untuk kebutuhan makan, Suweha masih dibantu oleh ketiga anaknya yang telah bekerja. Masing-masing anaknya, memberi uang Rp 1 juta setiap bulan. Selain untuk keperluan makan bersama istri, Musiam (45), uang pemberian anaknya juga dialihkan untuk membangun dua petak kontrakan rumah.
Saat ini, dua petak kontrakan itu telah selesai dibangun. Dia berencana akan mematok harga sewa keduanya sebesar Rp 9 juta dan Rp 15 juta per tahun. “Belum ada yang nyewa, masih kosong karena baru selesai dibangun. Semoga aja, nanti ada yang mau nyewa buat usaha,” katanya.
Dia pun berharap, agar pemerintah bisa memberangkatkan marbot lainnya untuk murah ke Mekkah. Sebab, masih ada ribuan marbot di DKI Jakarta yang ingin bisa beribadah di sana. “Kami senang dengan adanya program ini, berarti marbot juga dipandang sebagai pekerjaan yang mulia karena pemerintah memberi perhatian lebih atas kinerja kami,” ucap Suweha.
sumber : merdeka.com