TOTABUAN.CO — Fatimah, 90, kembali digugat oleh menantunya terkait kepemilikan tanah seluas seluas 397 meter per segi. Di atas tanah itu Fatimah membuat rumah yang kini dia tinggali bersama beberapa anaknya di Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang.
Selasa (16/12/2014) ini adalah panggilan ke tiga dari Pengadilan Negeri Tangerang terhadap Fatimah. Penggugatnya pun sama saat Fatimah menghadapi sengketa yang sudah lalu, yakni menantunya sendiri, Nurhakim (72) yang tidak lain adalah suami dari salah satu anaknya yang bernama Nurhana.
“Agendanya pembacaan gugatan, lalu mediasi,” kata Aris Purnomohadi, pengacara Fatimah saat berbincang dengan Metrotvnews.com.
Aris mengatakan, persidangan dimulai siang ini, “Insya Allah pukul 12.30 siang,” singkatnya.
Aris mengatakan, penggugat masih bersikeras untuk mendapatkan tanah yang sudah dibayar lunas oleh Fatimah. “Soal kepemilikan tanah juga, tapi sekarang gak ada dicantumkan tuntutan yang hampir Rp1 miliar. Pada prinsipnya gugatannya masih sama hanya kerugian materil dan immateril yang ditiadakan,” kata Aris, pekan kemarin.
Padahal, Kamis (30/10/2014), majelis hakim telah memenangkan Fatimah dalam perkara tanah yang dia tempatinya itu. Majelis hakim memutuskan Fatimah tidak perlu membayar biaya ganti rugi yang diajukan Nurhakim sejumlah Rp 1 miliar.
Permasalahan ini bermula pada 1987. Saat itu, suami Fatimah sekaligus ayah Nurhana, Abdurahman, membeli tanah seluas 397 meter per segi di Cipondoh, Tangerang, dari Nurhakim, suami dari anak keempat Fatimah, Nurhana. Tanah dihargai sebesar Rp10 juta pada saat itu.
Di atas tanah itu kemudian dibangun rumah dengan dana Fatimah dan anak-anaknya. Tapi sertifikat kepemilikan tanah masih atas nama Nurhakim.
Sekitar 27 tahun, sekeluarga Abdurahman dan Fatimah beserta beberapa anaknya tinggal di rumah tersebut. Sedangkan anak lainnya yang telah berkeluarga, termasuk Nurhana, tinggal bersama suaminya di tempat lain. Saat itu tidak ada masalah sama sekali, bahkan pembicaraan tentang sertifikat ataupun tanah dan rumah itu.
Namun, sejak 2011, setelah Abdurahman dan suami dari salah satu adik Nurhana yang adalah anggota TNI meninggal dunia, Nurhana bersama dengan suaminya mulai mempermasalahkan persoalan kepemilikan tanah tersebut.
Fatimah mengaku telah meminta sebanyak empat kali pengurusan ganti nama sertifikat, tetapi Nurhana dan Nurhakim selalu memberikan jawaban yang sama dan menolak untuk ganti nama.
“Ini kan menantu sama mertua, enggak apa-apalah. Kayak enggak percaya banget,” terang Masamah, salah satu anak Fatimah menirukan perkataan dari Nurhana dan Nurhakim, beberapa waktu lalu.
Namun akhirnya, pada 25 Juli 2014, secara mengejutkan, Fatimah dipanggil ke persidangan tanpa tahu apa persoalan yang dihadapinya. Setelah mengetahui sebab musabab masalah ini, dia merasa semakin sakit hati dengan anak dan menantunya.
Peristiwa ini menyebabkan kerenggangan hubungan antara sesama keluarga. Masing-masing pihak bersikukuh bahwa merekalah yang benar, dan tidak ada yang mau mengalah.
sumber : metrotvnews.com