TOTABUAN.CO — Meninggalnya Ibu Een Sukaesih (52), perempuan yang menginspirasi banyak orang karena semangat dan tabahnya menjalani hidup meski terkena radang sendi akut, membuat kita merasa kehilangan.
Ibu Een tak akan sempat merasakan Rumah Pintar. Rumah ini sedianya akan diresmikan akhir Desember ini.
Semula, Bu Een kepada keluarganya sempat meminta peresmian Rumah Pintar itu sudah disiapkan sejak 15 Desember 2014.
“Rumah pintarnya tak akan pernah dirasakan Uwa Een, padahal beliau sangat ingin melihat anak-anaknya belajar di tempat yang layak,” kata Yuli, salah satu muridnya yang sudah bertahun-tahun berguru dan belajar bersama Bu Een.
Oleh anak-anak didiknya, perempuan berhati mulia ini dipanggil dengan sebutan Uwa. Kini, anak didiknya sudah dewasa. Tapi ada juga yang baru bergabung dengan Bu Een untuk belajar.
Rumah Pintar ini adalah hadiah bagi Ibu Een dari Pemerintah RI. Bu Een pada Juni 2013 mendapatkan SCTV Awards. Namanya semakin mengharum hingga diundang Presiden SBY ke istana. Jusuf Kalla yang waktu itu menjabat sebagai Ketua PMI pun bertemu pahlawan tanpa tanda jasa ini.
Sepulangnya dari pertemuan ini, Bu Een mendapatkan kabar bahwa akan dibuatkan Rumah Pintar. Tempat ini dibangun untuk menyediakan sarana dan prasarana bagi kegiatan belajar mengajar.
Herman Suryatman, mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang yang saat itu mengupayakan keberadaan rumah pintar ini.
“Saat itu dana yang terkumpul sudah belasan juta dari banyak pihak hasil rembugan dan sumbangan, baik pemerintah, perrangan maupun perusahaan, namun kebutuhannya mencapai 80 juta, tapi semuanya tuntas berkat bantuan dair kedua belah pihak,” kata Herman di penghujung tahun 2013 saat itu.
Rumah pintar ini mulai dibangun Rabu, 24 Juli 2013 dengan peletakan batu pertama oleh mendian Bupati Sumedang Endang Sukandar.
Takdir masih berkata lain. Manusia hanya bisa berencana. Bu Een, sang guru kalbu dipanggil Sang Khalik. Bu Een tak akan pernah menyaksikan anak-anak didiknya belajar di rumah pintar.
“Saya sudah belajar puluhan tahun dengan Uwa Een, jadi merasakan bagaimana dulu belajar di kamar Uwa, dan kini akan belajar di Rumah Pintar, tapi Uwa tidak akan merasakannya,” kata Yuli.
Sejak Bu Een mengajar dalam kondisi tergolek, anak-anak belajar di kamar berukuran 2×3 cm. Menulis pun di tembok dinding. Jika sudah selesai atau berganti tulisan, dinding itu dilap menggunakan kain basah.
Pada 2007, sebuah papan tulis putih dihadiahkan oleh Endang Sukandar dan Dony Ahmad Munir yang saat itu sedang mengikuti pilkada di Sumedang
sumber : jpnn.com