TOTABUAN.CO — Kinerja DPR periode 2014-2019 pada Masa Sidang I Tahun Sidang 2014-2015 jika dibandingkan DPR periode 2009-2014 pada rentang waktu yang sama (Oktober 2009 setelah pelantikan hingga pertengahan Desember 2009), khususnya pada fungsi legislasi, mengalami kemunduran. Tradisinya seperti periode lalu, DPR seharusnya telah menghasilkan Prolegnas 2015-2019 dan Prioritas 2015 dan meresmikannya dalam Keputusan DPR.
“Kemungkinan besar Prolegnas baru akan disusun dan dibahas bersama pemerintah pada masa sidang yang akan datang. Kisruh politik di internal DPR menjadi penyebab utama yang kemudian berimbas pada belum terbentuknya Alat Kelangkapan Dewan (AKD) terutama Baleg,” ujar Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHKI) Ronal Rofiandri kepada SP di Jakarta, Jumat (5/12).
Menurut Ronald, Baleg sendiri baru sebatas menggelar RDPU dalam menyiapkan usulan Prolegnas. Di satu sisi, kata dia, Pemerintah dan DPD sedikit diuntungkan dari segi proses penyiapan Prolegnas (usulan Pemerintah maupun DPD) karena bisa mengoptimalkan waktu yang seharusnya dijadwalkan untuk membahas Prolegnas bersama DPR.
Sedangkan bagi DPR, seharusnya mereka tetap bisa menjadwalkan penyiapan Prolegnas, dengan catatan memundurkan waktu reses atau menggunakan masa reses untuk bekerja sebagaimana dimungkinkan berdasarkan Pasal 52 ayat (2) Tatib DPR. Terobosan ini sebenarnya menyangkut integritas dan akuntabilitas DPR sekaligus mengkonfirmasi DPR siap “move on” dari kisruh politik yang mendera selama ini.
“Ini catatan baru sebatas proses penyiapan Prolegnas. Kita belum masuk ke pilihan RUU yang mau diusulkan dan diprioritaskan,” ucapnya.
Publik, sambung dia, menantikan juga apakah DPR bisa “move on” pula menunjukan posisi keberpihakannya, misalkan pada pembaruan hukum pidana melalui RUU KUHAP dan RUU KUHP, atau penataan lembaga perwakilan khususnya relasi dengan DPD melalui revisi UU MD3 dan UU 12/2011. Hal lain yang patut dicermati oleh publik adalah apakah pengusulan maupun prioritas sejumlah RUU dalam Prolegnas turut juga memperlihatkan polarisasi politik terkini di DPR antara KMP dan KIH.
“Jangan sampai ada upaya mempolitisasi substansi usulan atau saling menjegal usulan RUU yang datang dari dua kubu. Sebagai sebuah alat bantu perencanaan legislasi, seharusnya Prolegnas ditempatkan sebagai medium yang memandu arah politik legislasi dalam kurun waktu lima tahun ke depan,” tandasnya.
sumber : beritasatu.com