TOTABUAN.CO — Kejaksaan Agung diminta mengungkap kejanggalan dalam kasus dugaan korupsi proyek pendataan sekolah se-Indonesia di Kementerian Pendidikan dan Budaya tahun anggaran 2010-2011, yang sedang ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Sebab, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sudah menetapkan sembilan tersangka kasus dugaan korupsi proyek yang merugikan negara sebesar Rp116 miliar.
Dua dari sembilan tersangka merupakan pejabat di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan (Kemendikbud). Mereka adalah Kepala Balitbang Kemendikbud, H Mansyur Ramli dan Kepala Pusat Data dan Statistik Pendidikan, Abdul Ghofur, yang juga menjadi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Kuasa hukum Abdul Ghofur, yakni Suhardi Somomoeljono, mengatakan, ada kejanggalan dalam penanganan kasus ini. Pasalnya, pihak Kejati DKI belum memeriksa mantan Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh yang memberikan tugas untuk melakukan tender lelang kedua kegiatan pendataan dan pemetaan satuan pendidikan sekolah yang dimenangkan Lembaga Surveyor Indonesia (LSI).
“Kami meminta Kejaksaan Agung untuk ekspose atau gelar perkara kasus ini untuk menelusuri kasus ini dan memeriksa Pak M Nuh yang memerintahkan klien kami melakukan tender pendataan dan pemetaan satuan pendidikan sekolah,” kata Suhardi kepada wartawan, Selasa (2/12/2014).
Dia menjelaskan, sejak 22 Desember 2010, sebenarnya M Nuh sudah mengeluarkan Permendiknas Nomor 36 Tahun 2010, di mana dalam Pasal 777 menyatakan bahwa Pusat Data dan Statistik Pendidikan (PDSP) yang dipimpin klien kami tidak lagi memiliki legitimasi melakukan kegiatan pendataan dan pemetaan satuan pendidikan sekolah.
“Namun dalam kenyataannya pada Juli 2011, M Nuh memerintahkan klien kami selaku Ketua PDSP melaksanakan tender tersebut walau sesuai Permendiknas No 36/2010 sudah tak lagi memilika legalitas melaksanakan lelang tender,” tegasnya.
Oleh karenanya, Kejagung harus mengekspose kasus ini dan memeriksa M Nuh untuk mengklarifikasi penyelenggaraan lelang yang bermasalah sehingga merugikan negara hingga Rp116 miliar.
“Mendiknas (M Nuh) wajib mempertanggungjawabkan, atas perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan melawan hukum baik dalam perspektif hukum pidana maupun perdata,” tuturnya.
Abdul Ghofar ditetapkan tersangka atas dugaan mengarahkan dan melakukan pembiaran penetapan PT Surveyor Indonesia kembali menjadi pemenang. Padahal, ia mengetahui PT Surveyor Indonesia tidak menyelesaikan pekerjaan dengan baik pada 2010.
Tujuh tersangka lain merupakan mitra yang ditunjuk PT Surveyor Indonesia. Penetapan sembilan tersangka adalah tindak lanjut keterangan yang diperoleh dari lima terdakwa, sudah dibacakan tuntutannya oleh JPU di Tipikor, Kamis 18 September 2014.
Mereka adalah Fahmi Sadiq (mantan Dirut PT suveyor Indonesia), Suhenda (Pejabat Pembuat Komitmen-PPK 2010-2011), Mirma Fajarwati Malik (Mantan Direktur Operasi PT Surveyor Indonesia), Efendi Hutagalung (Ketua Tim Pemeriksa dan penerima Barang Tahun Anggaran 2014), dan Yogi Supriyana (Manager Proyek PT Surveyor Indonesia).
Sebelumnya, Kejaksaan Agung juga menetapkan dua pejabat Kementerian Hukum dan HAM sebagai tersangka dugaan korupsi gratifikasi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Tony T Spontana mengungkapkan, kedua pejabat tersebut masing-masing LSH yang merupakan direktur perdata dan NA, yang menjabat Kepala Subdirektorat Badan Hukum di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
sumber : okezone.com