TOTABUAN.CO — Candi Borobudur tahun ini genap berusia 200 tahun. Akhir pekan kemarin, Menko PMK Puan Maharani bersama dengan Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia Rebbeca Razavi dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, menandatangani poster prangko pada acara peluncuran prangko seri 200 Tahun Penemuan Borobudur di Taman Lumbini, Komplek Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
“Tahun ini Candi Borobudur sudah genap berusia 200 tahun, sejak ditemukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles pada 1814. Borobudur adalah candi atau kuil Budha terbesar di dunia sekaligus salah satu monumen Budha terbesar di dunia,” beber Puan.
“Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran dengan proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 2011 atas upaya Pemerintah RI dan UNESCO,” sambung dia.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani menilai, dengan perkembangan peradaban saat ini, salah satu tantangan yang besar bagi bangsa Indonesia adalah bagaimana keberadaan situs Borobudur.
Dimana, situs keajaiban dunia yang ada di tengah-tengah masyarakat itu mampu lestari, serta menjadi sumber inspirasi dan memperkuat integritas kehidupan berbangsa dan bernegara menuju bangsa yang berkepribadian dan bermartabat.
“Dalam mewujudkan bangsa yang berkepribadian dan bermartabat tersebut, tentu kita diharapkan untuk mampu mengubah cara fikir dan tindak masyarakatnya melalui kegiatan yang kreatif dan inovatif. Dalam rangka memperkuat kepribadian dan martabat bangsa Indonesia, inilah yang kita sebut Revolusi Mental,” kata Puan melalui pesan tertulisnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (17/11/2014).
Kemudian, Puan menuturkan, situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Budaya Dunia (World Culture Heritage) pada tahun 1991 yang didasarkan pada hasil karyanya yang mahakarya, unik dan berkaitan langsung dengan tradisi atau peristiwa dengan makna universal yang luar biasa.
Puan menambahkan, di era global terlebih dengan dibukanya Masyarakat Ekonomi Asean (EA) pada Desember 2015, interaksi lintas budaya menjadi kian meningkat dan sangat mempengaruhi eksistensi dan identitas budaya suatu bangsa.
“Kita dituntut untuk berperan aktif sesuai dengan posisinya masing-masing, untuk menjaga agar kehidupan budaya Indonesia tidak tergerus oleh budaya yang dapat mengancam kehidupan Bhineka Tunggal Ika,” tandas Puan Maharani.
sumber : liputan6.com