TOTABUAN.CO — Pelayanan publik di pemerintah Kota Bekasi belum maksimal. Mulai dari kecamatan sampai kelurahan butuh fulus buat urus administrasi. Tak sungkan bagi para pelayan warganya itu mematok harga buat sebuah kartu tanda penduduk elektronik gratis atau e-KTP.
Dari pengalaman pahit warga Bekasi Irvan, berawal dari kehilangan dompet beserta isinya membawa dirinya harus berhadapan dengan aparatur rakus fulus. Di kantor kecamatan Bekasi Utara, Kaliabang Tengah, seperti biasa sesuai prosedur. Dia mengikuti segala ketentuan ada, mulai dari perekaman sidik jari sampai tanda tangan online.
“Awalnya memang kayak biasa, setelah disuruh tunggu sampai tiga hari,” ujarnya kepada merdeka.com di rumahnya, Bekasi, kemarin. Dia hanya diberikan kuitansi pengambilan.
Beberapa hari kemudian sesuai dengan pemberitahuan. Irvan kembali ke kantor dengan membawa secarik kuitansi tanpa mengetahui ada pembayaran fulus apapun diwaktu pengambilan.
“Masuk ke ruangan ketemu sama ada salah satu pegawainya, kasih kuitansi enggak tahunya dimintain duit,” kata lelaki 27 tahun itu.
Sang pegawai sedikit samar-samar meminta sejumlah fulus sembari celingak-celinguk di dalam ruangannya.”Jadi lima puluh ribu, mas,” pintanya tanpa sungkan.
Tanpa disadari ternyata dalam beberapa hari dirinya mulai sadar kalau ejaan namanya salah dalam kartu tanda penduduk elektronik tersebut. “Sudah bayar, kerja cuma ngetik nama saja salah, dasar pegawai mata duitan,” kesalnya.
Lain lagi dengan warga Bekasi lainnya, Jarot harus mengeluarkan fulus untuk pembuatan kartu tanda penduduk dengan layanan istimewa. Syarat administrasinya semua dijemput ke rumahnya tanpa harus buang tenaga untuk mendatangi kantor Kelurahan.
“Semua tinggal diantar bisa kena Rp 150 ribu. Kasih kartu keluarga sama pengantar RT atau RW diurusin orang kelurahannya,” ujarnya.
sumber : merdeka.com