TOTABUAN.CO — Membuat wayang kulit klasik tidak bisa sembarangan. Menurut Sagio, pembuat wayang kulit senior asal Yogyakarta, wayang kulit klasik memiliki pakem atau standar yang sudah ditentukan. Untuk mempelajari dari nol bisa memakan waktu tiga tahun. Bila ditambah mempelajari proses pewarnaannya bisa memakan waktu lima tahun.
Pembuatan detail-detail dan pewarnaan yang sempurna pada wayang kulit diakui Sagio memiliki kerumitan tersendiri. Bagi seorang Sagio yang memang mencintai dan mulai membuat wayang kulit sejak berusia 11 tahun, kerumitan tersebut bukanlah halangan yang berarti. Namun, ia sangat khawatir kerajinan wayang kulit akan sulit berkembang bila melihat generasi penerus saat ini.
“Anak-anak muda jaman sekarang maunya yang serba instan atau cepat jadi. Kalau mempelajari hal-hal yang rumit seperti membuat wayang kulit ini, mereka cenderung malas. Pada tahun 1970-an masih banyak anak-anak SD yang sepulang sekolah datang ke rumah saya untuk belajar membuat wayang kulit. Sedangkan, sekarang sudah sangat jarang,” ujar Sagio pada acara Meet The Makers 9 di Dia.Lo.Gue Artspace, Kemang, Jakarta, Kamis (9/10).
Dilanjutkan Sagio, pada akhirnya semua kembali ke masalah ekonomi lagi. Menurutnya, 75 persen konsumen wayang kulit adalah orang asing. Dengan begitu, saat isu teroris merebak, penjualan wayang kulit pun semakin berkurang. Hingga sekarang ia mengaku masih sulit mengembalikan bisnis seperti dulu lagi.
“Anak-anak muda jaman sekarang ekspektasinya saat mempelajari sesuatu adalah untuk menghasilkan uang. Dengan begitu saat mereka mendapatkan goncangan ya mereka mudah menyerah. Itulah tantangan saya saat ini untuk mengembangkan bisnis wayang kulit,” imbuhnya.
Namun, ia sedikit memiliki harapan kembali saat pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membangun perguruan tinggi yang masih dibawah binaan Institut Seni Indonesia (ISI), yakni Akademi Komunitas Seni dan Budaya Yogyakarta, satu bulan lalu.
“Ada tiga prodi yang ditawarkan, yakni wayang kulit, dalang dan tari. Saya menjadi pengajar untuk prodi wayang kulit. Dan saat ini ada 20 mahasiswa untuk prodi wayang kulit. Walaupun jumlahnya sedikit, tapi saya cukup optimis,” tandasnya.
sumber : beritasatu.com