TOTABUAN.CO Jakarta – Dokter dr Bambang Suprapto, Sp.B.M.Surg dijatuhi hukuman pidana 1 tahun 6 bulan dengan menggunakan pasal 76 dan 79 huruf c UU Praktik Kedokteran. Padahal ancaman pidana di pasal itu telah dihapus MK.
Dalam kasus itu, hakim agung Dr Artidjo Alkostar duduk sebagai ketua majelis. Ia ditemani dua hakim anggota yaitu hakim agung Prof Dr Surya Jaya dan Dr Andi Samsan Nganro. Putusan Artidjo tersebut dipertanyakan apakah saat memutus majelis keliru atau sengaja.
“(dr Bambang) PK saja. Bisa memakai pasal 67 UU nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah UU nomor 5 tahun 2004 tentang MA, poin f yang tepat,” kata Ketua Pengurus YLBHI Alvon Kurnia Palma, saat dihubungi detikcom, Jumat (12/9/2014).
Poin f yang dimaksud dalam pasal tersebut berbunyi apabila dalam suatu putusan terhadap suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Kekeliruan yang dimaksud yaitu menggunakan pasal yang sebetulnya telah dihapus MK.
“Kenapa seseorang dikenakan pidana atas sesuatu yang tidak diatur dalam UU. Apabila terjadi, maka itu adalah pelanggaran HAM,” tutur Alvon.
MK menghapus ancaman pidana pasal itu pada 19 Juni 2007. Adapun dr Bambang dituduh tidak memiliki izin praktik di RS DKT Madiun tapi melakukan operasi kepada pasien bernama Johanes pada 25 Oktober 2007. Johanes meninggal dunia pada 20 Juli 2008. Atas hal itu, dr Bambang dibawa ke pengadilan dengan tuduhan tidak memiliki izin praktik.
“Anak saya malu. Teman-temannya malah mengira ayahnya pembunuh,” kata dr Bambang.
Sumber; detik.com