TOTABUAN.CO POLITIK – Politisi Sulawesi Utara (Sulut) Yasti Soepredjo Mokoagow rupanya tidak hanya pandai dalam urusan politik, namun juga memiliki kemampuan membaca peluang bisnis. Salah satunya yakni peluang bisnis tentang kopi.
Setelah tidak lagi menjabat sebagai Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong), Yasti terus menyempatkan waktu di setiap akhir pekan di kebun kopi miliknya yang berada di perkebunan Pangkon Mooat Kecamatan Modayag Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim).
Lokasi perkebunan kopi tersebut sangat sejuk, karena berada di ketinggian 1.100 mdpl lebih. Di sana, Yasti Soepredjo Mokoagow tertarik membuka lahan untuk kembangkan tanaman kopi jenis Arabika. Karena kopi jenis Arabika sangat cocok ditanam di ketinggian 1000 mdpl lebih.
Yasti mengaku sudah lama tertarik kembangkan Kopi. Bahkan hasil panen, sudah beberapa kali dijual.
Menurutnya peluang kopi Indonesia semakin diminati pasar global. Salah satu alasannya karena pangsa pasar kopi sangat potensial ekspor. Salah satunya ke Negeri Beruang Merah, Rusia.
“Indonesia adalah salah satu produsen kopi terbesar di dunia dengan hasil kopi berkualitas. Konsumsi kopi di Rusia masih tinggi dan berprospek bagi para eksportir kopi dari Indonesia,” katanya.
Di perkebunan itu, Yasti memilih menanam kopi jenis Arabika. Alasanya, karena Kopi Arabika umumnya ditanam di dataran tinggi. Karena di ketinggian tersebut tanahnya sudah dalam keadaan gembur dan biasanya merupakan tanah vulkanik, curah hujan yang stabil serta sinar matahari yang cukup.
“Kopi Arabika memiliki cita rasa yang berbeda-beda sesuai dengan lokasinya. Untuk warna merah cocok dipilih untuk diolah menjadi wine coffee melalui proses penjemuran 30 hari pada suhu 30-30% celcius,” jelasnya.
Selain itu kata Yasti, coffee memiliki 3 jenis. Yakni Kopi Liberica biasanya ditanam di ketinggian 100-200 Mdpl. Kopi Liberica banyak diolah seperti Kopi ABC, Nescafe dan lain-lain.
Selain itu Coffee Robusta yang berada di ketinggian 300-700 Mdpl. Biasanya diolah dan ditemukan seperti di Starbucks. Ada juga di mic dengan Arabica.
Dan kopi Arabika yang berada di ketinggian 800-100 mdpl up. Semakin berada di ketinggian semakin mahal. Cara pengolahan yang baik dan benar menjadikan coffee semakin mahal dan bisa mencapai 6 juta rupiah.
“Sekarang, pembeli harus memastikan terlebih dahulu titik koordinatnya. Artinya memastikan ketinggiannya sebelum membeli kopi. Untuk kopi jenis Arabika di pasaran dalam negeri perkilo 160.000 ribu rupiah. Sedangkan untuk lokal per kilo 90.000-100.000 ribu rupiah,” jelasnya.
Sesuai pemahamannya, Yasti mengatakan, Kopi Arabika dan Robusta, memiliki fakta penanaman yang berbeda. Robusta lebih mudah tumbuh dan ditanam dibandingkan Arabika.
Robusta dapat tumbuh di ketinggian di atas 400 mdpl dan di bawah 1000 mdpl. Sedangkan, arabika tumbuh di atas ketinggian 1000 mdpl dan di bawah 2000 mdpl.
Menurutnya, banyak kalangan penikmat kopi menyatakan bahwa robusta memiliki aroma seperti cokelat, kacang-kacangan dan tanah. Sedangkan arabika sangat kaya akan aroma buah.
Literasi lain pun ada yang menyebut, bahwasannya robusta memiliki aroma manis yang khas. Sedangkan arabika tercium aroma yang wangi mirip aroma percampuran dari bunga dan buah.
Arabika rasa asamnya cenderung dominan kemudian jika diseduh warnanya tidak hitam pekat. Arabika pun disebut jenis kopi yang kaya akan rasa buah. Ini terjadi karena banyak faktor seperti, keadaan cuaca, tanah, iklim, serta kawin silang.
Bentuk biji kopi Arabika memiliki ukuran yang lebih besar dan bentuknya pun lonjong atau pipih. Bentuknya pun lebih besar daripada biji kopi robusta. Untuk tekstur after taste, arabika lebih lembut dibanding robusta.
Ia pun meyakini bahwa Sulawesi Utara khususnya Bolaang Mongondow Raya jauh lebih kaya jika kekayaan alam dan kesuburan tanahnya bisa dimanfaatkan dan dikelola dengan manajemen yang baik dan benar. (*)