TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU – Peristiwa meninggal salah satu pasien usai dioperasi melahirkan di Rumah Sakit Umum Kota Kotamobagu muncul beragam tanggapan. Banyaknya tanggaan dari warga, karena buruknya pelayanan kepada pasien yang datang berobat di rumah sakit tersebut.
Wakil Ketua DPRD Syarifudin Juadi Mokodongan dari Partai Nasdem pun ikut memberikan tanggapan.
“Selaku wakil rakyat, tentu prihatin atas kejadian yang menimpa keluarga korban atas pelayanan di rumah sakit tersebut,” katanya.
Syarif panggilan akrabnya menegaskan, jika benar ada unsure kelalaian dalam pelayanan itu menggambarkan betapa bobroknya pemerintah dalam pengelolaan rumah sakit.
“Jika benar sesuai dengan apa yang tersebar di media sosial tentang pelayanan di rumah sakit, saya mengutuk keras yang dilakukan pihak rumah sakit,” tegasnya.
Dibeberapa kesempatan berkomunikasi dengan managemen rumah sakit, selalu ditekankan akan pentingnya pelayanan yang maksimal. Bahkan lanjutnya terus mewanti agat tidak diskriminatif kepada pasien dari latar belakang apapun.
“Bahkan sampai dengan urusan senyum pun jangan ada diskriminasi. Itu yang terus kami ingatkan,” tambahnya.
Dia mengatakan, pasca kejadian itu perlu untuk diakukan evalusi. Pada penilaian yang dilaksanakan tim akreditasi Kementrian Kesehatan RI, RSU Kotamobagu hampir turun tipe dari Tipe C ke Tipe D. Sebab dari hasil penilaian yang dilakukan tim akreditasi, RSU yang katanya rumah sakit rujukan regional, hanya mendapatkan predikat tiga bintang bila dibandingkan dengan RSU Datoe Binangkan Bolaang Mongondow (Bolmong) mendapatkan predikat empat Bintang.
“Tidaklah berlebihan jika RSU Datoe Binangkang Bolmong yang seharusnya menjadi rumah sakit rujukan,” ungkapnya.
Dia mendorong kejadian ini, pihak keluarga berhak mendapatkan rekam medic dari RSU. Dengan demikian akan terlihat jelas kronologis sebagaimana yang disampaikan oleh pihak keluarga.
“Jika hal ini benar terjadi sebagaimana yang disampaikan oleh pihak keluarga, kami siap melakukan pendampingan untuk advokasi masalah ini sampai ke Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,” katanya.
Syarif menyebutkan salah satu hak pasien sesuai dengan Permenkes Nomor 4 Tahun 2018 Pasal 17 Ayat 2 bisa menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana. Selain itu mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan amanat Permenkes tersebut, pihak keluarga Almarhumah bisa menggunakan hak mereka dengan menggugat dan atau menuntut rumah sakit serta menyebarluaskan berita mengenai kejadian yang dialami keluarga, agar menjadi pembelajaran buat Pemkot Kotamobagu.
Dia juga menyesali pada kejadian itu, kurang lebih dua pekan Walikota Tatong Bara “Berkantor” di rumah sakit. Hal itu patut dipertanyakan. Karena ibarat gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, semut di seberang pulau nampak jelas, singgung Syarif.
Sebelumnya Kepala Bagian Umum RSU Kotamoabagu Yusrin Mantali tak menampik kasus tersebut. Dia mengatakan, jika peristiwa itu terjadi Jumat 14 Februari 2020 sekitar pukul 21:35 Wita.
“Iya, benar. Itu terjadi Jumat. Ada pasien yang melahirkan melalui operasi Caesar dan meninggal,” ujar Yusrin ketika dikonfimasi Sabtu 15 Februari 2020.
Pasien tersebut berasal dari Desa Kanaan Kecamatan Dumoga Timur Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) bernama Eka Christi Pangalerang.
Pasien tersebut meninggal dunia Jumat malam sekitar pukul pukul 21:35 Wita.
Yusrin menjelaskan, sebelum meninggal pasien sempat dirawat sejak siang setelah dioperasi Caesar karena melahirkan. Namun penyebab kematian suspek emboli.
Kendati membenarkan pasien yang baru dioperasi dan meninggal, namun pihaknya telah melakukan upaya pelayan secara maksimal.
“Penanganan terhadap pasien sudah maksimal dan sudah sesuai standar prosedur operasional rumah sakit,” jelas Yusrin.
Pasca terjadinya kejadian itu, pihak rumah sakit lansung memanggil semua petugas medis yang bertugas saat itu untuk diminta klarifikasi lewat proses sidang etik.
“Semua dokter dan perawat jaga saat itu telah diminta keteranfan lewat sidang etik. Kesimpulannya memang diagnosanya suspek emboli. Semua keterangan sudah kita minta. Mulai sejak masuk hingga penanganan hingga perubahan-perubahan terhadap pasien semua sudah kita mintai keterangan,” kata Yusrin menjelaskan.
Yusrin mengatakan, opersasi Caesar yang dilakukan tim dokter bukan hanya korban, tetapi ada Sembilan yang dioperasi. Sembilan pasien itu salah satunya adalah pasien bernama Eka Christi Pangalerang.
Dalam siding etik lanjutnya, semua keluhan yang diposting di facebook telah ditanyakan kepada petugas. Termasuk soal pelayanan permintaan obat nyeri kepada pasien, paparnya.
“Sudah kita minta klarifikasi kepada petugas. Termasuk soal keluhan permintaan obat nyeri. Dalam sidang etik petugas hanya menjawab sementara disiapkan. Biasanya petugas punya SOP. Harus dilihat dulu soal tekanan darahnya seperti apa dan itu harus dikonsultasikan dulu ke dokter jaga saat itu,” kata Yusrin.
Sejumlah dokter dan perawat yang dipangil untuk dimintai keterangan mulai dokter jaga sebagai penanggung jawab, doter anastesi, dokter kandungan, perawat, perawat jaga, komite perawat dan kepala ruangan. (*)