TOTABUAN.CO BOLSEL – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan secara serentak di tujuh daerah di Sulawesi Utara boleh dikata menguras kas Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2020 ini. Pemerintah daerah yang mempunyai kewajiban, otomatis harus bertanggungjawab untuk menganggarkan dana kebutuhan untuk lembaga penyelenggara serta institusu TNI- Polri guna memback pengamanan pesta lima tahunan ini.
Besarnya kebutuhan yang harus dipenuhi, membuat Pemkab harus putar otak, untuk membijaki dengan tidak meninggalkan kewajiban sejumlah program yang ada. Seperti program kesehatan, pendidikan, alokasi dana desa, iuran BPJS, operasional dan gaji pegawai serta program lainnya.
Sekretaris Daerah Bolsel Marzansius Arvan Ohy mengatakan, sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk menyiapkan dana demi suksesnya pelaksanaan pesta demokrasi. Kendati harus membiayai sejumlah program wajib. Seperti iuran BPJS bagi masyarakat miskin, dan menganggarkan dana desa lewat APBD serta program kesehatan dan pendidikan.
Dia mengatakan, untuk beban Pilkada Bolsel tahun 2020, pemerintah daerah mengalokasika dana lewat APBD berjumlah 25.9 Miliar. Itu terdiri KPU 15.5 Miliar, Polres 3 Miliar, Bawaslu 6.9 Miliar dan Kodim 5 juta.
“Total untuk membiayai Pilkada berjumlah 25.9 Miliar,” beber Arvan Selasa 4 Februari 2020.
Mahalnya untuk membiayai sebuah pesta demokrasi, tidak membuat pemerintah lupa akan kewajiban. Salah satunya juga adalah mengalokasikan dana wajib untuk iuran BPJS berjumlah 18 miliar, alokasi dana desa, program kesehatan dan pendidikan 10 persen dari APBD tetap mutlak harus disiapkan.
“Ahamduillah dengan berbagai upaya dari pemerintah daerah, mampu menekan usulan dana dari KPU, Bawaslu serta usulan pengamanan TNI-Polri dan itu sudah disepakati bersama. APBD kita akan normal nanti pada tahun anggaran 2021 selesai Pilkada,” kata dia.
Seperti dikutip Kompas.com, Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini mengatakan, Pilkada 2020 yang diikuti 270 daerah, secara tak langsung memunculkan 270 kendali dalam realisasi anggarannya. Sebab, Naskah Perjanjian Hibah Daerah ( NPHD) atau dana hibah untuk anggaran Pilkada bersumber dari APBD.
Titi menilai dengan tidak ada kebijakan satu pintu dalam penganggaran, sehingga APBD menjadi sasaran untuk membiayai PIlkada.
Berbeda dengan penyelenggaraan pemilu legislatif dan presiden yang anggarannya bersumber dari APBN dan dikendalikan satu pintu, KPU RI.
Pencairan dana hibah tersebut, menurut Titi, juga bergantung pada kondisi politik lokal daerah setempat karena ada tiga pihak yang terlibat, yakni Pemda, DPRD, dan penyelenggara KPU atau Bawaslu di daerah.
Menurut dia, apabila pemerintah sejak awal menyadari tahun 2020 akan dilaksanakan pilkada, maka pihak-pihak yang memiliki otoritas seharusnya mengambil langkah untuk memastikan kesiapan dana di daerah-daerah yang menyelenggarakan Pilkada. (*)