TOTABUAN.CO HUKRIM – Ini menjadi perhatian bagi pengelolah rumah sakit. Kasus pembiayaran pasien di Kotamobagu kembali terjadi dan berakhir di meje polisi. Setelah pihak RSUD Kotamobagu dilaporkan karena diduga membiarkan pasien, kini giliran pihak Rumah Sakit Monompia dilapor dengan kasus yang sama.
Di mana Hilda Albaqia Tuzoliha Tawil bayi berusiah Enam bulan meninggal dunia setelah diduga dibiarkan pihak RS Monompia Kotamobagu. Akibatnya keluarga korban kecewa dan melaporkan kasus tersebut ke Polresta Bolaang Mongondow Rabu (18/20).
Menurut Dedy Tawil orang tua bayi, Hilda meniggal karena diduga adanya pembiaran oleh dokter pasca dilakukan operasi di RS Monompia Kotamobagu Sabtu (14/10) karena mengalami sakit di bagian ususnya.
Dedy mengaku usai dilakukan operasi putri mereka mengalami kejang-kejang sebelum meninggal dunia. Anehnya saat keluarga meminta pertolongan, dokter yang melakukan operasi tidak ada di tempat.
Dedy menceritakan, pada suasana panik, para perawat yang ada di rumah sakit juga tidak bisa memberikan pertolongan lebih hingga mengakibatkan bayi Hilda meninggal dunia setelah tidak ada pengawasan dari pihak dokter pasca dilakukan operasi di bagian dada.
“Kami waktu itu tidak bisa berbuat banyak. Selain yang mereka lakukan hanyalah menatap foto hingga harus berziarah ke kuburan putri mereka yang meninggal dunia pada Sabtu 14 Oktober 2017 lalu,” kata Dedy.
Dengan meninggalnya Hilda, Dedy melaporkan kejadian tersebut ke Polres Bolmong karena diduga pihak RS Monompia lakukan pembiaran. Apalagi meninggalnya putri ke tiga mereka, dinilai kelalaian pihak rumah sakit karena tidak dilakukan pengawasan usai dilakukan operasi.
Sementara pihak RS Monomppia hingga kini belum bisa memberikan keterangan. Bahkan dokter komang yang melakukan operasi juga menolak untuk memberikan keterangan.
Kasat Reskrim Polres Bolmong AKP Hanny Lukas mengaku, akan menindaklanjuti laporan tersebut. Menurutnya, jika terbukti ada indikasi kelalaian dalam laporan tersebut, pihak RS Monompian bisa dijerat dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Namun saat ini menurutnya, masih akan melakukan penyelidikan dan berencana untuk memanggil phak rumah sakit untuk dimintai klarifikasi soal laporan tersebut.
“Tentu akan kita mintai klarifikasi dulu. Siapa-siapa yang terkait akan kita minta keterangan,” katanya.
Diketahui dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, jelas diterangkan hingga pasal pidana jika ada yang mengabaikan persoalan pelayanan kesehatan.
Di dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 32 ayat 1 dan 2, jelas diterangkan. Dimana dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Pada pasal 2, Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Selain itu pada pasal 190 ayat 1, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak dua ratus juta. Pada pasalnya 2, dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak 1 Miliar.(**)