TOTABUAN.CO–Kabut asap pekat yang menyelimuti Kota Pekanbaru beberapa hari belakangan menelan korban. Salah satu korbannya, Muhanum Anggriawati, putri sulung dari Mukhlis, wartawan Harian lokal liputan kota Pekanbaru.
Siswi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 171 Kulim Kecamatan Tenayan Raya kota Pekanbaru itu, meninggal karena gagal pernapasan akibat paru-parunya disesaki lendir atau dahak sebagai dampak pekatnya kabut asap. Sehingga gadis cilik yang cantik itu sulit dan gagal bernafas.
Meski sempat mendapat perawatan secara intensif di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Pekanbaru, namun Hanum, begitu kesehariannya dipanggil, akhirnya menghembuskan nafas terakhir, Kamis (10/9) sekitar pukul 13.00 WIB.
“Sebelumnya, anak saya ini tidak pernah mengeluh. Namun pada Jumat lalu, anak saya pingsan lalu dibawa ke RSUD Arifin Achmad,” ujar Mukhlis kepada sejumlah wartawan.
Mukhlis mengatakan, putri kesayangannya yang lahir pada 5 Agustus 2003 ini sudah seminggu mendapat perawatan di ruang ICU. Sejak masuk di ruang ICU sampai kemarin, Hanum belum juga sadar.
Sementara untuk penyembuhannya, tim medis sudah berbagai upaya melakukannya, termasuk memasang berbagai kabel di mulut, dada, kepala dan lain-lain. Yang bisa hanya tangannya saja bergerak, namun Hanum belum juga sadar.
“Saat masuk ke ruang, kami sudah mencemaskan saja anak kami akan dijemput oleh Allah SWT. Tapi setelah keluar ruangan, kita lebih ditakutkan lagi dengan biaya tagihan rumah sakit yang besar. Sakit kepala ini memikirkanya,” keluh Mukhlis didampingi istri, anak dan keluarga dari istrinya.
Mukhlis mengakui, biaya berobat sangat besar. Sehari semalam, bisa menghabiskan uang Rp 5 juta. Itu baru untuk pembelian obat antibiotik dan obat lainnya sesuai resep dokter. Selama seminggu ini saja, total biaya perawatan anaknya sudah lebih dari Rp 28 juta.
Karena itu, Mukhlis menyarankan, sebelum ada anggota keluarga yang sakit dan bahkan sampai meninggal dunia, sebaiknya dijaga kesehatannya dan harus memiliki kartu jaminan kesehatan. Tujuannya, supaya dapat menghemat biaya rumah sakit seperti yang dialaminya.
“Bagi orang berduit, bisa merawat keluarganya ke luar negeri. Namun bagi masyarakat ekonomi menengah cuma mampu di RSUD. Bahkan lebih parahnya, bagi orang miskin lebik baik bertahan melawan asap sampai akhir kejadian. Intinya jika tidak dirinya yang meninggal, maka bencana asap yang akan hilang,” tutur Mukhlis.
Terkait bencana asap, kata Mukhlis, pemerintah seharusnya lebih tanggap mengantisipasi sebelum banyak korban berjatuhan. Meski baru anaknya yang diketahui meninggal akibat dampak dari kabut asap yang menyerang paru-parunya, tapi orang yang masuk rumah sakit akibat pengaruh asap juga sangat banyak.
“Susah kalau kita atau keluarga sudah sakit. Untuk itu, jagalah kesehatan kita masing-masing seperti anak saya ini. Kepada pemerintah diharapkan dapat mengantisipasi asap supaya tidak ada asap lagi di Riau. Sehingga tidak bertambah korban nyawa akibat asap,” harap Mukhlis.
Sumber;Merdeka.com