TOTABUAN.CO BOLMONG—Kinerja DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) terus menjadi sorotan terait dengan kinerja. Selain minim melahirkan peraturan daerah lewat inisiatif, para wakil rakyat itu dinilai melangkahi aturan dalam pembentukan Perda.
Dosen muda dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Andri W W Mamonto menilai, DPRD Bolmong, gagal dalam memahami prosedur pembentukan peraturan daerah (Perda).
Ini terbukti dengan pembuatan naskah akademik yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pasal 1 angka 1 undang-undang nomor 12 tahun 2011.
“Disebutkan bahwa, pembantukan peraturan perundang-undangan, adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan,”kata dia.
Pasal 1 angka 1 menegaskan, bahwa pembentukan peraturan daerah haruslah dimulai dengan perencanaan program pembentukan peraturan daerah disusun secara terencana, terpadu dan sistematis yang disebut dengan program legislasi daerah.
Pasal 33 ayat (1), -ayat (2), dan ayat (3) merupakan dasar hukum bahwa sebelum masuk pada tahapan penyusunan prolegda terlebih dahulu melakukan kajian secara akademik, guna mendapatkan dasar pengajuan rancangan peraturan daerah yang akan dibahas pada masa tahun sidang berikutnya.
“Ini yang tidak dilakukan oleh DPRD. Ketentuan pembuatan naskah akademik sebelum prolegda diparipurnakan guna menghindari pembentukan prolegda yang hanya menjadi daftar keinginan para pihak yang berwenang,” kata dia.
Penyusunan naskah akademik juga diperuntukkan guna terjadi sinkronisasi ketentuan peraturan lebih tinggi agar tidak terjadi tumpang tindih. Tidak sinkronisasi itu, dapat berujung pada pembatalan perda yang menyebabkan kerugian daerah.
“Kinerja DPRD patut dipertanyakan. Gagal paham dilingkungan DPRD tidak hanya dialami oleh anggota, tetapi juga oleh sejumlah staf sekretariat DPRD,” tegas putra Mongondow ini.
Bukan hanya itu, DPRD dinilai tidak transparan terkait dengan anggaran pembentukan perda. “Anggaran pembuatan perda juga patut dipertanyakan. Tidak selesainya pembahasan sejumlah rancangan perda yang masuk dalam prolegda juga merupakan parameter bahwa DPRD tidak becus dalam menjalankan fungsi,” tegasnya.
“Pembuatan naskah akademik dilakukan pada saat pembahasan tingkat 1 yang seharusnya telah dibuat sebelum paripurna prolegda.”
“Dengan menganggap bahwa prolegda dan perda kategori dokumen rahasia negara, itu menurut saya merupakan kegagalan yang sangat fatal. Rancangan perturan daerah yang telah sah menjadi perturan daerah seharusnya disebarluaskan agar masyarakat mengetahui bahwa mereka terikat dengan ketentuan hukum daerah. Ketentuan penyusunan perda harus disertai naskah akademik agar terjadi sinergitas antaran produk hukum yang berlaku daerah dan produk hukum nasional, sebagaimana kajian akademik atau naskah akademik memuat kajian yuridis. Tapi di DPRD Bolmong, naskah akademik saja tidak jelas keberadaanya, apa ada atau tidak. Begitu juga dengan anggaranya,” pungkas Andri. (Has)