TOTABUAN.co, Jakarta — Juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman menyiram air ke arah sosiolog dari Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tamagola, saat menjadi pembicara dalam dialog Apa Kabar Indonesia Pagi di TVOne Jumat (28/6).
Ketua Setara Institute Hendardi kepada VOA menilai tindakan tidak terpuji telah dilakukan oleh Munarman, dengan menyiram air di gelas ke muka Thamrin Amal Tomagola yang menjadi lawan debatnya. Tindakan Munarman itu tambah Hendardi secara tidak langsung mencerminkan kepribadiannya dan organisasi tempat ia berada.
“Di dalam alam demokrasi debat panas keras apapun itu harus berlangsung dengan kepala dingin. Dan tetap mengedepankan kesopanan terhadap orang yang berbeda pendapat,” kata Hendardi. “Tindakan Munarman ini adalah satu tindakan yang tidak terpuji sama sekali dan sudah berapa kali terulang baik di dalam forum media maupun diluar. Dia (Munarman) berapa kali juga melakukan semacam tindakan kekerasan. Saya kira tindakan itu tidak lain mencerminkan satu sikap sesungguhnya dari dia dan organisasi dan kelompok lainnya yang selalu memaksakan kehendak dan anarkir untuk mencapai tujuannya,” kata Hendardi.
Hendardi menambahkan, pihaknya mendukung sepenuhnya apabila Thamrin Amal Tomagola memperkarakan kasus ini secara hukum ke pihak kepolisian.
“Itu sepenuhnya hak dari Pak Thamrin. Tapi saya mendorong dia (Thamrin) melaporkan hak hukum dia kepada Polda Metro Jaya atas tindakan tersebut. Tapi kalo dia tidak melakukan itu dan menyerahkan kepada publik dengan memberikan sanksi sosial kepada Munarman ya silahkan saja,” lanjut Hendardi.
Juru Bicara FPI Munarman kepada VOA mengaku tidak ada niat dari dirinya untuk menyiramkan air minum ke Thamrin Amal Tomagola saat dialog di TVOne itu. Munarman mengaku justru dia bermaksud menjelaskan sesuatu hal saat diberi kesempatan oleh pembawa acara. Namun menurut Munarman, Thamrin selalu memotong penjelasannya saat mencoba menerangkan.
“Ketika saya sedang menjelaskan argumentasi bahwa analisa yang dikemukakan oleh Thamrin Amal Tomagola bahwa ia menyatakan ormas-ormas di daerah itu sering melakukan tindakan-tindakan kekerasan sweeping-sweeping itu karena terkait dengan politik daerah menjelang pemilu kepala daerah supaya dapat basis pemilih dengan kerjasama dengan kepolisian. Intinya punya koneksi politik lah,” ujar Munarman.
“Saya bilang salah itu,” tambahnya. “Ini saya punya data. Kejadian di Papua di Mimika dan Sorong di mana ibu-ibu melakukan tindakan razia terhadap warung-warung minuman keras karena resah. Dia (Thamrin) tidak mau terima dengan argumen itu. Kemudian dia menepis tangan saya minta saya berhentingomong. Saya pikir dia karena belum minum supaya agak tenang saya kasih air. Cuma karena jaraknya jauh air di gelas itu tumpah dan kena mukanya,” tukas Munarman.
Munarman memastikan dirinya siap menghadapi gugatan hukum jika Thamrin Amal Tomagola melaporkan insiden itu ke kepolisian. Dirinya juga siap menghadapi segala sesuatunya terkait insiden itu.
Sementara itu, ketika VOA mencoba mengkonfirmasi insiden terkait dengan Thamrin Amal Tomagola, alat komunikasi Sosiolog UI itu tidak aktif. Namun melalui akun Twitter-nya, @tamrintomagola, Tamrin menyatakan tak mau melayani preman. “Biarkan publik yg menilai n beri hukuman sosial yg setimpal. Sy tdk mau melayani preman,” tulisnya setelah acara dialog itu berlangsung.
Kepada VOA, Ketua Setara Institute Hendardi meminta agar media, khususnya televisi, lebih selektif dalam memilih narasumber, karena insiden itu sangat itidak mendidik publik.
“Terutama kepada media televisi yang ditonton jutaan orang, supaya lebih menyeleksi narasumber yang punya sikap semacam ini. Karena itu memalukan, dan tidak mendidik publik,” kata Hendardi.
Sementara itu Koordinator Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Harris Azhar kepada VOA menjelaskan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) seharusnya bisa melakukan pengawasan terhadap stasiun-stasiun televisi yang menyajikan tontonan seperti itu.
“Harusnya peristiwa itu dijadikan momentum bagi sejumlah pihak. Dalam hal ini KPI harus lebih tegas kepada media-media televisi yang menyajikan tayangan-tayangan seperti itu. Yang kedua ini ada unsur pidana dan polisi harus segera bekerja,” papar Harris Azhar.
sumber: voaindonesia.com
Amuel Addamy
Kenapa sih media-media setiap Ada suatu perkara yang berhubungan dengan FPI, kok media massa selalu memperbesarkannya,?
>> Namanya juga media massa, ada orang di pinggir jurang belum jadi berita. Tapi kalau sudah jatuh ke jurang baru jadi berita. Kadang-kadang dia tunggu dulu sampai orang itu masuk jurang. Bahkan bila perlu didorong agar masuk jurang supaya jadi berita.” Itulah kritik Habib Muhammad Rizieq Shihab, Ketua umum Front Pembela Islam (FPI), terhadap media-media massa, yang baginya, sering tidak adil dalam memberitakan aktivitas ormas yang dipimpinnya.
Padahal, bagi Habib Rizieq, FPI memiliki empat metode dalam menjalankan setiap aktivitasnya, yang jarang diungkap media-media massa.
Pertama, FPI harus mengedepankan kelembutan sementara tindakan tegas hanyalah solusi akhir.
Kedua, FPI hanya concern terhadap jenis “kema’siatan” yang sudah disepakati, bukan yang masih diperselisihkan.
Ketiga, FPI hanya memerangi ma’siat yang dilakukan secara terang-terangan dan terbuka.
Keempat, FPI membagi dua wilayah: wilayah amar ma’ruf dan wilayah nahi mungkar.
Amar ma’ruf adalah wilayah kema’siatan yang “didukung” oleh masyarakat, misalnya, karena persoalan mata pencaharian. Di sini, tidak dilakukan tindakan tegas demi menghindari konflik horizontal dan mudarat yang lebih besar. Wilayah seperti ini adalah harus didekati dengan memperbanyak da’wah, mengirim para kiyai & ustad, dan melakukan pencerahan tentang buruknya ma’siat.
Sedangkan wilayah nahi mungkar adalah wilayah kema’siatan yang sudah tidak disukai oleh masyarakat. Hanya saja karena kema’siatan itu didukung oleh pihak-pihak yang punya kekuatan, maka masyarakat menjadi takut dan diam. “Inilah penegakan amar ma’ruf dan nahi mungkar model FPI yang tak pernah diungkap media,”ungkap habib
mengapa Habib membentuk FPI?
Habib Rizieq menjawab ,
FPI lahir karena tuntutan situasi dan kondisi ketika kema’siatan dan kezaliman merajalela di mana-mana, sehingga harus ada barisan atau gerakan ummat yang berani mengambil sikap tegas, jelas, dan nyata dalam berkonfrontasi melawan kema’siatan, kemungkaran, dan kezoliman.
Visi dan misi FPI adalah amar ma’ruf dan nahi mungkar menuju penerapan Islam secara kaffah.
Ulama menjelaskan bahwa hisbah (perkara-perkara yang tidak ada dalam narasi agama tetapi tidak boleh diabaikan & tidak berlaku hanya pada negara tetapi juga pada perorangan.
Imam al- Mawardi dalam al-Ahkâm as- Sulthâniyyah menjelaskan,” manakala negara telah melaksanakan tugas hisbah -nya, maka individu (perorangan) tidak wajib lagi. Cuma yang jadi pertanyaan, bagaimana bila perangkat di negara ini tidak menegakkan hisbah? Maka, kewajiban itu tidak gugur dari pundak kita.
Menurut habib Rizieq, Di Indonesia kewajiban hisbah ada pada pundak pemerintah, penegak hukum, polisi, jaksa, hakim, dan seterusnya. dengan catatan apabila perangkat tersebut bekerja dan berfungsi secara optimal, maka organisasi semacam FPI tidak diperlukan lagi. Dalam arti, FPI akan mundur bila hukum sudah ditegakkan.
Tapi Mafhum /Sebaliknya, bila semua perangkat itu tidak berfungsi, maka keberadaan FPI menjadi keharusan dan kebutuhan. Sebagai bagian dari masyarakat, FPI adalah perwujudan penolakan atas kema’siatan dan kezaliman”.