TOTABUAN.CO – Saksi Siti Masnuroh membenarkan bahwa pembuatan akta terkait Yayasan Perguruan Wahidin atas permintaan Poniman.
Hal itu dikatakan Siti saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang lanjutan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (01/3).
Poniman dan Siti adalah tersangka kasus dugaan pemalsuan akta otentik Yayasan Perguruan Wahidin. Poniman kemudian memohon praperadilan karena menilai pencekalan dan penetapan tirinya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.
Kuasa hukum pelapor Sudarno Mahyudin, Ifdal, menilai keterangan saksi Siti di persidangan membuktikan bahwa tindakan penyidik Polda Metro Jaya atas penetapan tersangka terhadap Poniman sudah tepat dan sesuai prosedur.
Di hadapan hakim tunggal Asiadi Sembiring, Siti yang berprofesi notaris sejak 1999 ini mengaku Akta Nomor dibuat pada 26 Agustus 2008 atas permintaan Poniman.
Menjawab pertanyaan hakim, siti mengakui bahwa saat itu hanya Poniman yang datang ke kantornya. Dalam akta notaris itu, ada enam lima orang lain yang ikut membubuhkan tanda tangan. Padahal, aturan tegas menyebutkan, semua pihak harus menandatangani akta otentik di hadapan notaris.
“Yang datang ke kantor saya hanya Poniman, membawa berkas yang sudah lengkap ditandatangani oleh Poniman dan kawan-kawan,” ujarnya dalam persidangan.
Saat ditanya mengapa ia bersedia, Masnuroh mengatakan, Poniman menjamin bahwa semua yang bertandatangan itu benar.
Sementara itu usai persidangan, kuasa hukum pemohon Poniman Asnim, Yevgeni Yesyurun, mengaku kaget atas keterangan Siti karena bertolak belakang dengan keterangan dalam BAP penyidik Polda Metro Jaya. Dalam BAP, Siti menyatakan tidak hanya Poniman Asnim yang datang ke kantornya, tetapi bersama dengan pengurus Yayasan Wahidin lainnya dan menandatangani Akta nomor 77.
Oleh sebab itu, Yevgeni meragukan keterangan saksi yang terkesan berubah-ubah. Dia mencontohkan, ketika pemohon bertanya penerbitan akta atas usul siapa, saksi mengaku atas usul dirinya kepada pengurus. Namun ketika kuasa hukum termohon dan hakim bertanya hal sama, saksi menyatakan pembuatan akta itu atas permintaan poniman.
Poniman, yang juga hadir di persidangan, ketika dikonfrimasi wartawan membantah keterangan Masnuroh dalam persidangan.
“Saya tidak pernah menyuruh dia. Yang meminta untuk pembautan akta itu adalah saksi kepada pengurus. Kemudian pengurus mewakilkan kepada yang bernama Oli koordinadi dengan Siti,” ujarnya.
Kasus itu berawal dari adanya konflik internal Yayasan Perguruan Wahidin pada 2008 silam. Konflik mencuat pasca Sudarno diangkat sebagai Koordinator Perguruan Wahidin. Sudarno meninggal pada 24 Juli 2010.
Kemudian, notaris Siti Masnuroh membuat Akta Nomor 77 tentang Pendirian Yayasan Perguruan Wahidin. Dalam akta itu, Sudarno didesak menyerahkan perguruan ke tangan Poniman Asnim alias Ke Tong Pho, namun ditolak oleh Sudarno. Atas dasar itu, Sudarno menduga ada pemalsuan akta oleh Siti Masnuroh.
sumber:beritasatu.com