TOTABUAN.CO, BOLMUT – Bukan hal yang mustahil, jika opini disclaimer kembali diraih Bolmong Utara (Bolmut) untuk tahun 2012. Betapa tidak, hasil audit BPK RI Perwakilan Sulawesi Utara (Sulut) lalu menemukan sedikitnya tujuh temuan yang berpotensi merugikan keuangan daerah.
Data yang dihimpun dari berbagai sumber, setidaknya dalam hasil pemeriksaan lalu tujuh temuan tersebut diantaranya meliputi, pelaksanaan item pekerjaan senilai Rp 300 juta pada pembangunan tiga kantor SKPD yang tidak tertata dalam APBD. Laporan pekerjaan selesai tahap pertama (PHO) pembangunan kantor DPRD tahap ketiga dan Sekwan sendiri tidak memberikan gambaran riil pekerjaan tersebut.
Kemudian, pelaksanaan pekerjaan landscape rumah jabatan bupati dan wakil bupati tidak sesuai dengan metode pelaksanaan dan spesifikasi dalam kontrak. Disusul, pelaksanaan pekerjaan aspal pada Bina Marga, Dinas Pekerjaan Umum tidak sesuai dengan standar SNI 03-6757-002. Lalu, keterlambatan 17 paket pekerjaan pada empat SKPD di Pemkab Bolmong yang belum dikenakan denda keterlambatan minimal Rp 439.037.744,55 hingga pelaksanaan 44 paket pekerjaan pada lima SKPD tidak sesuai kontrak dengan jumlah keseluruhan mencapai Rp 1.369.964.908,92.
Bahkan, dalam laporan hasil pemeriksaan pra audit BPK lalu, menemukan kejanggalan dalam SK Bupati tentang biaya perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan dan terdapat kelebihan realisasi pembayaran biaya perjalanan dinas pejabat ke luar daerah sebesar Rp 27.693.600.
Terkait temuan itu, aktifis anti korupsi Bolmut, Yambat Pontoh, menduga, banyaknya item temuan BPK RI, merupakan buntut atas lalainya pemerintah daerah melakukan pengawasan dalam pengelolaan keuangan daerah, terutama pengawasan sejumlah paket pekerjaan yang dilakukan oleh pihak ketiga. “Kuatirnya, temuan ini menjadi indikator predikat disclaimer BPK RI. Tentu, masalah ini menjadi preseden buruk bagi Bolmut untuk kesekian kali menerima predikat buruk dalam pengelolaan keuangan daerahnya,” ungkap Pontoh, saat menghubungi wartawan, Minggu 4 Agustus 2013.
Yambat mengkuatirkan, seandainya opini BPK nanti buruk akan berimbas pada pengurangan jatah anggaran dari pemerintah pusat karena dianggap tidak mampu mengelola keuangan daerah. “Bukan mustahil, tahun mendatang anggaran daerah akan dikurangi. Bahkan, jika tiga kali berturut – turut kita meraih opini disclaimer, peluang akan bergabung dengan daerah induk semakin terbuka lebar,” tukasnya.
Peliput: Hasdy Fattah