TOTABUAN.CO — Setelah tidak hadir pada panggilan pertama lantaran tidak sampainya surat panggilan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil dua mantan petinggi PT Pertamina EP, Presiden Direktur Tri Siwindono dan Direktur Utama Haposan Napitupulu, untuk diperiksa, Kamis (18/12/2014).
Masih sama seperti pada panggilan pertama, keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Antonio Bambang Djatmiko (ABD) selaku Direktur PT MKS, terkait dugaan suap jual-beli gas alam di Bangkalan yang juga menyeret Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan sebagai tersangka.
“Keduanya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ABD,” ungkap Kepala Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (18/12).
Sebelumnya, pada Selasa (16/12/2014) lalu, keduanya mangkir karena surat pemanggilan resmi dari KPK tidak diterima, lantaran suratnya dikirim ke kantor yang bersangkutan. Masalahnya, keduanya telah pensiun sebagai petinggi di PT Pertamina EP.
Keduanya disebut akan dimintai keterangan perihal suap yang diterima oleh Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan, Fuad Amin Imron, dari PT MKS terkait jual-beli gas alam yang bermitra dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Bangkalan, PD Sumber Daya. PT Pertamina Hulu Energy Wes Madura Offshore diketahui ambil bagian dalam penyuplaian gas tersebut.
Menurut dugaan KPK, suap yang diberikan ABD kepada Fuad terjadi sejak yang bersangkutan masih menjabat sebagai Bupati Bangkalan pada 2007. Saat itu, Tri dan Haposan juga masih menjabat sebagai bos PT Pertamina EP.
Dalam kasus ini, KPK juga turut memanggil mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin Imron, serta tiga orang lainnya atas nama Abdul Hakim, Drs Abd Razak, dan Saminudin. “Mereka juga akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ABD,” kata Priharsa.
Seperti diketahui, Fuad dan Rauf yang diduga sebagai pihak penerima suap, disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Sementara Antonio yang diduga sebagai pihak pemberi suap, disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a, Pasal 5 ayat 1 huruf b serta Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
sumber : suara.com