TOTABUAN.CO — Bulan yang terbit pada Rabu (8/10/2014) senja ini bakal berwarna merah. Ini fenomena yang terbilang langka.
“Warna merah yang terlihat akan gelap. Ini karena pengaruh pembiasan oleh atmosfer kita,” kata Taufik Hidayat, dosen sub-keahlian Tata Surya, Jurusan Astronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB), saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/10/2014).
Bulan yang terbit senja nanti akan berwarna merah sebab bertepatan dengan fase totalitas gerhana.
Gerhana Bulan total yang bisa teramati dari wilayah Indonesia terjadi dari pukul 15.14 – 20.35 WIB. Sementara, fase totalitas terjadi selama satu jam, mulai pukul 17.24 – 18.24 WIB.
Saat gerhana, Bulan memang tertutup oleh Bumi. Namun, atmosfer Bumi membiaskan cahaya merah dari Matahari. Dengan demikian, Bulan takkan tampak gelap total, tetapi kemerahan.
Fenomena Bulan terbit dengan warna merah ini hanya bisa diamati di wilayah Indonesia barat. Pasalnya, cuma di wilayah itulah, totalitas gerhana hampir bertepatan dengan saat terbitnya Bulan.
Sementara totalitas gerhana dimulai pukul 17.24 WIB, dari wilayah Jakarta Bulan akan terbit pada pukul 17.43 WIB.
Wilayah Indonesia tengah dan timur di nusantara tetap bisa menyaksikan fenomena Bulan merah ini. Namun, waktu untuk menyaksikannya beberapa jam setelah Matahari tenggelam di ufuk barat.
Di wilayah Indonesia timur, totalitas gerhana bakal berlangsung dari pukul 19.24 – 20.24 WIT. Sementara, di Indonesia tengah akan berlangsung dari pukul 18.24-19.24 WITA.
Fenomena Bonus
Selain gerhana Bulan total, ada dua fenomena bonus yang bakal bisa diamati hari ini, yaitu penampakan Uranus dan selenelion.
Uranus berpotensi diamati dengan mata telanjang di wilayah Indonesia timur dan tengah. Ada dua hal yang mendukung penampakan planet itu, yaitu jaraknya yang tengah dekat dengan Bumi karena oposisinya pada Rabu dini hari serta kondisi gerhana.
Astronom amatir Ma’rufin Sudibyo mengatakan, Uranus akan tampak sebagai sebuah titik kecil, menyerupai bintang. Cahayanya masih redup, bermagnitudo +5.
Dengan cahayanya yang redup, Uranus hanya berpotensi diamati dengan mata telanjang pada saat totalitas gerhana terjadi. Sebelum atau setelahnya, planet ketujuh dalam sistem Tata Surya itu bakal terlalu redup.
Taufik mengingatkan, dengan cahaya redup itu, Uranus mungkin bakal tak terlacak kebanyakan mata. Butuh mata yang terlatih untuk bisa melihatnya.
Sementara warga Indonesia timur dan tengah berpotensi untuk melihat Uranus, warga Indonesia barat tidak. Uranus baru saja terbit saat totalitas gerhana terjadi. Posisi planet itu masih sangat rendah di langit, sulit untuk diamati.
Meski demikian, jika ingin mengamati, warga Indonesia barat bisa menggunakan alat bantu. “Teleskop kecil atau binokuler saja sudah cukup,” kata Taufik.
Sementara kehilangan peluang menyaksikan Uranus dengan mata telanjang, warga Indonesia bagian barat berpeluang menyaksikan fenomena lain yang tak kalah menarik, yaitu selenelion.
Selenelion adalah fenomena di mana dua benda langit terpisah 180 derajat dari sudut pandang manusia di Bumi.
Untuk senja nanti, selenelion yang terjadi menyangkut Bulan dan Matahari. Di wilayah Jakarta, sementara Matahari bakal tenggelam di pada pukul 17.46 WIB, Bulan terbit pukul 17.43 WIB.
“Andai situasinya ideal, kita akan menyaksikan Matahari tepat di kaki langit barat Jakarta dan Bulan tepat di kaki langit timur Jakarta,” kata Ma’rufin.
Warga Jakarta dan Indoensia barat lainnya berpeluang menyaksikan selenelion dari wilayah tinggi. Untuk Jakarta, pengamatan bisa dilakukan di puncak gedung-gedung tinggi seperti di area Thamrin dan Sudirman.
Sumber: kompas.com