TOTABUAN.CO — Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini mendakwa mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo, dalam kasus korupsi pengadaan simulator uji klinik pengemudi roda dua (R2) dan roda empat (R4) tahun anggaran 2011.
Dia dianggap menyalahgunakan wewenang sebagai Pejabat Pembuat Komitmen sampai merugikan keuangan negara dan memperkaya diri sendiri secara melawan hukum sebesar Rp 50 juta dari proyek itu.
Menurut Jaksa Kemas Abdul Roni, Didik bersama-sama dengan Irjen Pol Djoko Susilo, Ketua Panitia Pengadaan Teddy Rusmawan, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto, dan Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo Sastronegoro Bambang melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dalam proyek itu.
Dia juga dianggap memperkaya Djoko sebesar Rp 32 miliar, Budi Susanto sebesar Rp 93,3 miliar, Sukotjo senilai Rp 3,93 miliar, Prima Koperasi Kepolisian (Primkoppol) Mabes Polri sebesar Rp 15 miliar. Beberapa anggota Polri turut kecipratan duit korupsi simulator adalah mantan Anggota Inspektur Pengawasan Umum Wahyu Indra Pramugari sebesar Rp 500 juta, Gusti Ketut Gunawa senilai Rp 50 juta, Darsian Rp 50 juta, serta seorang makelar pencari perusahaan pendamping bernama Warsono Sugantoro alias Jumadi senilai Rp 20 juta.
“Terdakwa sebagai PPK tidak pernah menetapkan Harga Perkiraan Sendiri, tapi hanya menyetujui harga diajukan oleh Teddy. Harga itu dibuat atas kesepakatan antara Teddy, Budi Susanto, dan Djoko Susilo” kata Jaksa Roni saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (11/12).
Kerugian negara akibat kasus ini adalah Rp 144,98 miliar, dari nilai proyek sebesar Rp 200,56 miliar. Jumlah itu terdiri dari Rp 56 miliar untuk simulator R2 sejumlah 700 unit dengan nilai masing-masing unit RP 80 juta, dan R4 senilai Rp 144,56 miliar untuk 556 unit dengan harga satuan Rp 260 juta.
Di dalam surat dakwaan jaksa, Djoko awalnya memerintahkan agar anggota tim pengadaan, Ni Nyoman Suartini, dan Kasubdit Pengadaan menyusun kebutuhan simulator dibantu Sukotjo. Sukotjo atas perintah Budi Susanto melakukan perhitungan pengadaan simulator sampai disetujui oleh Djoko dalam bentuk Rencana Kegiatan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL).
Dalam menyiapkan modal terkait pengadaan simulator tersebut, Budi Susanto mengajukan Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp 101 miliar ke Bank BNI dengan menjaminkan surat perintah kerja (SPK) pengadaan simulator R2 dan R4 dan tanggung renteng dengan jaminan atas fasilitas kredit.
Padahal saat pengajuan kredit tersebut SPK pengadaan simulator R2 dan R4 belum ada, namun Djoko memberikan rekomendasi kepada Bank BNI atas pengajuan KPK dari Budi Susanto sebesar Rp100 miliar sebelum ada pengesahan pagu anggaran definitif Korlantas Polri 2011 dan pengumuman pemenang lelang pengadaan simulator.
Setelah proses seleksi, Teddy lantas mengajukan PT CMMA kepada Didik sebagai pemenang lelang. Didik pun menyetujui. Setelah itu, Ni Nyoman Suartini meminta kepada Sukotjo supaya memberikan uang terima kasih kepada Didik.
“Ni Nyoman Suartini mengatakan kepada Sukotjo, ‘Ya kalau enggak kaliber 50 atau 100.’ Selang beberapa hari, Sukotjo kembali ke kantor Korlantas dengan membawa uang dibungkus dalam kotak kue brownies dengan mengatakan, ‘Ini untuk Pak Waka. Oleh-oleh Bandung,” sambung Jaksa Roni.
Sebagai tindak lanjut persejutuan modal kerja, maka Budi Susanto mentransfer Rp 35 miliar ke rekening PT ITI. Sedangkan pada 13 Januari 2011, Budi memerintahkan Sukotjo untuk mentransfer uang sebesar Rp 8 miliar kepada Primkoppol Ditlantas Mabes Polri.
“Pada tanggal yang sama, Budi Susanto memerintahkan Sukotjo mengeluarkan dana Rp4 miliar dari PT ITI kemudian memberikan kepada Budi Susanto sebesar Rp 2 miliar dan sisanya sebesar Rp 2 miliar diperintahkan Budi Susanto diberikan kepada Djoko Susilo,” ujar Roni.
Sukotjo bersama sopirnya, Ijay Herno membawa uang sebesar Rp 2 miliar ke kantor Korlantas Polri dan bertemu dengan sekretaris pribadi Djoko, Erna. Tetapi, Djoko saat itu tidak berada di tempat sehingga keduanya hanya menaruh kardus berisi uang tunai Rp 2 miliar di bawah meja Erna.
Setelah mengantarkan uang, Sukotjo menemui anggota tim pengadaan Ni Nyoman Suartini dan menyampaikan paket buat Djoko sudah diantar.
Djoko juga disebut memerintahkan pencairan anggaran untuk pembayaran PT CMMA sebelum pekerjaan pengadaan simulator R2 selesai seluruhnya yaitu senilai Rp48,76 miliar.
Satu minggu setelah pencairan anggaran tersebut, Djoko memanggil Bendahara Korlantas Kompol Legimo ke ruangan yang sudah ada Budi Susanto dan Djoko mengatakan pada Legimo “Pak nanti ada titipan, sampeyan jangan pulang dulu sebelum saya pulang,”.
“Pada sore hari, Wahyudi selaku staf Budi Susanto datang ke kantor Korlantas menemui Legimo dan menitipkan uang sekitar Rp30 miliar yang dibungkus dalam empat kardus diberikan kepada terdakwa dari Budi Santoso, kepada Legimo dan keesokan harinya Legimo menyerahkan empat kardus tersebut kepada terdakwa,” lanjut Jaksa Roni.
Didik juga meneken berita acara pemeriksaan dan penyerahan simulator, meski sebenarnya simulator itu tidak pernah diperiksa. Spesifikasinya pun tidak sesuai serta banyak simulator ternyata belum dirakit.
Surat dakwaan Didik disusun dengan bentuk subsideritas. Dakwaan primer, Didik dijerat pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan ataas UU No 31 tahun 1999 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo KUHPidana pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Dakwaan subsider dari pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan ataas UU No 31 tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Selepas sidang, Didik dan kuasa hukumnya, Harry Ponto, menyatakan akan menyampaikan nota keberatan (eksepsi). “Setelah kami berkoordinasi, kami memutuskan untuk mendalami dakwaan ini akan mengajukan eksepsi,” ujar Didik.
Ketua Majelis Hakim Supriyono menyatakan menunda sidang selama sepekan. Dia menjadwalkan sidang lanjutan digelar Kamis pekan depan dengan agenda mendengarkan pembacaan eksepsi terdakwa.
sumber : merdeka.com