TOTABUAN.co — Lembaga negara Rusia berusaha mencegah pembocoran sejumlah dokumen rahasia negara seperti yang pernah dialami Amerika Serikat. Alih-alih menggunakan komputer, Rusia mempertimbangkan kembali ke mesin tik.
Sumber AFP mengatakan kemunduran ke zaman kertas era Soviet itu dikabarkan dipicu oleh penerbitan naskah rahasia oleh WikiLeaks dan informasi yang dibocorkan mantan kontraktor intelijen Amerika Serikat (AS), Edward Snowden.
Lembaga Garda Federal, yang juga bertugas melindungi Presiden Vladimir Putin, akan menghabiskan lebih dari 486 ribu rubel (148 juta rupiah) untuk membeli sejumlah mesin ketik listrik, menurut laman lembaga pengadaan negara, zakupki.gov.ru.
“Pembelian ini telah direncanakan selama lebih dari satu tahun terakhir,” menurut seorang sumber di lembaga itu, yang dikenal dengan akronim nama Rusianya, FSO.
Pemberitahuan di laman itu diunggah pekan lalu. Seorang juru bicara untuk lembaga itu menolak memberikan komentar.
Surat kabar pro-Kremlin, Izvestia, melaporkan jika lembaga negara itu berniat membeli 20 mesin ketik karena penggunaan komputer untuk dokumen sangat rahasia tampaknya tidak lagi aman.
“Setelah skandal dengan distribusi dokumen rahasia oleh WikiLeaks, pembocoran yang dilakukan oleh Edward Snowden, laporan tentang Dmitry Medvedev disadap selama kunjungannya ke pertemuan puncak G20 di London, lembaga itu memutuskan untuk memperluas praktek membuat dokumen kertas,” kata surat kabar itu mengutip sumber FSO.
Tidak seperti mesin cetak komputer, setiap mesin ketik memiliki pola indvidual sendiri sehingga mungkin untuk menghubungkan setiap dokumen ke mesin yang digunakan untuk mengetiknya, kata Izvestia.
Dokumen yang dibocorkan oleh Snowden mengungkap bahwa Inggris memata-matai delegasi asing termasuk Presiden Dmitry Medvedev pada pertemuan puncak G20 di London pada 2009, kata surat kabar Inggris The Guardian bulan lalu.
Rusia marah atas pengungkapan itu, namun mengatakan, pihaknya memiliki cara untuk melindungi kepentingannya.Snowden telah terjebak dalam limbo hukum di zona transit sebuah bandara Moskow untuk pekan ketiganya setelah tiba dari Hong Kong pada 23 Juni.
editor: eka pratama | sumber: opini /Antara