TOTABUAN.CO – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik kebijakan pemerintah soal pembangunan kereta cepat Jakarta – Bandung. Fahri menilai Presiden Jokowi dan Menteri BUMN Rini Soemarno salah menafsirkan Undang-Undang khususnya soal pemanfaatan sumber daya untuk rakyat Indonesia.
“Ada beberapa kesalahan pikiran Presiden Jokowi dan Meneg BUMN Rini Soemarno. Kesalahan pertama adalah kekeliruan memahami, makna pasal 33 yang diturunkan menjadi berbagai UU termasuk di dalamnya UU BUMN,” ujar Fahri saat berbincang dengan sejumlah wartawan di Jakarta.
Pasal 33 ayat 2 berbunyi cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Pasal 33 ayat 3 berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Fahri menilai, proyek kereta cepat yang disebut Rini Soemarno murni untuk bisnis itu yang melanggar UU. Karena BUMN, kata dia, bukan untuk bisnis tapi menyalurkan kesejahteraan kepada rakyat.
“Nah dalam hal ini apakah kerjasama 4 BUMN yang tergabung dalam satu konsorsium, 4 dengan perusahaan China dalam hubungan Bussines to Bussines jelas melanggar pasal tersebut. BUMN itu dibentuk dengan tugas utamanya menyebarkan kesejahteraan, menyalurkan kekayaan sehingga rakyat sejahtera. BUMN menjadi semacam pipa yang menyalurkan kesejahteraan pada rakyat. Bisnis yang dilakukan BUMN hanya salah satu saja metodenya, selebihnya bisa dengan CSR, PKBL dan lain-lain. Itu tugas BUMN. Jadi bukan semata bisnis,” tegasnya.
Fahri tak habis pikir dengan pemerintah yang memilih China untuk menggarap proyek kereta cepat ini. Terlebih lagi, perusahaan konstruksi yang dimiliki Indonesia tidak dimanfaatkan dalam proyek senilai puluhan triliun tersebut. Bahkan Indonesia memilih utang kepada China.
“Wika, PP dan HK adalah perusahaan konstruksi yang memiliki banyak aset seperti jalan tol dan gedung b begitu juga dengan PTPN. Kenapa mereka mengambil PTPN, yah karena yang mereka incar adalah aset lahan PTPN. Ke semua aset milik BUMN itu adalah milik negara, kenapa aset yang tidak bernilai harganya itu tidak dihitung dan tiba-tiba kita hanya memiliki utang kepada perusahaan China?” tutur dia.
“Kalau misalnya mereka harus membebaskan lahan bisa mampus mereka, berapa harus mereka keluarkan. Lah ini lahan PTPN diambil begitu saja, tidak dihitung, malah kita yang dibilang berutang pada mereka (China). Ini kan konyol. Ini cara berpikir yang keliru,” tegasnya.
Sumber:merdeka.com