TOTABUAN.CO-Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Surat Presiden soal Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Surat presiden, kata Luhut, dikirimkan ke Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan dua surat lainnya yakni revisi UU Antiterorisme dan RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).
“Sudah dikirim ke DPR. Saya enggak tahu tanggal tanda tangannya tapi beliau (Presiden Joko Widodo) tadi katakan,” kata Luhut di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (19/2/2016) saat menyambut kedatangan Presiden Jokowi dari lawatan ke Amerika Serikat.
Luhut mengatakan saat ini pemerintah masih belum mengetahui detail pembahasan mengenai Revisi UU KPK di DPR. Namun, dia menegaskan posisi pemerintah akan tetap sama yakni mendukung jika rancangan beleid tersebut memperkuat KPK. Luhut mendukung adanya dewan pengawas dan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang tercantum dalam revisi RUU KPK.
Informasi yang disampaikan Luhut ini, dibantah oleh Juru Bicara Presiden Johan Budi. “Tidak benar Surat Presiden sudah dikirim,” kata Johan saat dikonfirmasi.
Johan mengatakan saat ini hasil pembahasan draf revisi UU KPK di tingkat Paripurna masih ditunda oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Oleh karena itu, pemerintah belum menerima usulan revisi UU KPK yang sudah disahkan melalui mekanisme Paripurna DPR yang dikirim ke Presiden Joko Widodo.
“Lah, pembahasan di tingkat Paripurna DPR saja Kamis kemarin dibatalkan dan diundur pekan depan. Oleh karena itu, belum ada,” katanya menegaskan.
Pemerintah Dianggap Plin Plan
Pimpinan DPR pun belum menerima Surat Presiden soal revisi UU KPK. “Saya belum terima surat itu,” kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Gedung Nusantara III DPR RI. .
Agus menilai biasanya surat presiden atas rencana revisi atau pembentukan undang-undang dikirimkan apabila sudah masuk ke tahap pengerjaan. Sementara, DPR hingga saat ini juga masih belum menggelar rapat paripurna untuk mengambil keputusan atas rencana revisi UU KPK.
Rencananya DPR mengambil keputusan mengesahkan rencana revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR dalam rapat paripurna Kamis kemarin. Namun, paripurna batal dilakukan karena tidak kuorumnya jumlah pimpinan DPR.
“Surat presiden seharusnya keluar apabila sudah resmi jadi usul inisiatif DPR. Dalam pembahasannya pemerintah mengutus Menkumham,” katanya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritik kekurangkompakannya sikap pemerintah dalam menyikapi rencana revisi UU KPK.
“Yang plinplan pemerintah. Mau atau tidak. Kalau mau, putuskan. Kami tidak mau, seolah DPR yang ngotot dan pemerintah jadi pahlawan,” kata Fadli Zon.
Fadli mengungkapkan akan kembali mengusulkan ke pimpinan DPR untuk menggelar rapat konsultasi bersama Presiden Jokowi. Rapat konsultasi diperlukan untuk memperjelas langkah pemerintah. Hal itu juga diperkuat menyusul terus berkembangnya dinamika perubahan sikap fraksi atas rencana revisi UU KPK. Awalnya, hanya Fraksi Partai Gerindra yang menolak melanjutkan pembahasan rencana revisi UU KPK. Dalam perkembangannya, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera turut menolak melanjutkan pembahasan.
Sementara, Fraksi Partai Hanura dan Fraksi Partai NasDem menunggu sikap pemerintah terlebih dahulu sebelum memutuskan akan melanjutkan pembahasan rencana revisi UU KPK.
Sumber:cnnindonesia.com