TOTABUAN.CO-Kejahatan transnasional menjadi salah satu bahasan utama Parlemen se-Asia Pasifik (Asia Pasific Parliamentary Forum/APPF) dalam sidang tahunan ke-24 di Vancouver, Kanada.Delegasi DPR RI mendesak agar negara-negara se-Asia Pasifik membangun kebersamaan untuk mencegah kejahatan narkoba, illegal fishing, hingga perdagangan manusia.
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Teguh Juwarno, yang mewakili delegasi Indonesia mengatakan, salah satu kejahatan transnasional adalah narkoba yang melibatkan 264 juta orang di dunia. Artinya, satu dari 20 orang berusia 15-64 tahun telah menggunakan obat terlarang. “Angka itu meningkat setidaknya tiga juta orang setiap tahun,” kata Teguh di Vancouver, Kanada, Senin waktu setempat atau Selasa pagi (19/1).
Di Indonesia sendiri, kata Teguh, pemerintah sudah bekerja keras memberantas narkoba. Bahkan pemerintah menetapkan status darurat nasional atas meningkatnya jumlah pemakai narkoba dan distribusinya. Selain itu, bersama DPR, pemerintah juga memperkuat aturan hukum larangan narkoba, aturan ketat pencucian uang (money laundry) hingga keputusan presiden (keppres) mengenai pencegahan kejahatan narkoba.
Kejahatan transnasional lainnya terkait perdagangan orang. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), sebanyak 78 persen kasus perdagangan orang terkait eksploitasi seks, sementara 18 persen menyangkut kerja paksa.
Isu lain yang diusung adalah illegal fishing yang merusak kekayaan maritim dan wilayah pesisir. Di Indonesia, kata Teguh, illegal fishing menyebabkan kerugian US$ 20 miliar per tahun (sekitar Rp 280 triliun). Masalahnya, banyak negara yang tak bersedia mengakui kejahatan illegal fishing itu. “Bagi kami, agar pemberantasan kejahatan transnasional menjadi efektif, caranya adalah kerja sama internasional. Memang setiap negara punya sistem hukum masing-masing, namun kerja sama itu bisa dilakukan dengan tetap menghargai yuridiksi hukum masing-masing negara,” ungkap Teguh.
Salah satu perangkat yang bisa dijadikan acuan bersama memberantas kejahatan transnasional adalah Konvensi PBB tentang Pemberantasan Kejahatan Transnasional. “Jika setiap negara bersedia mengikuti Konvensi PBB dan spirit kerja sama regional, Indonesia optimistis, kita semua mampu memotong angka kejahatan transnasional di Asia Pasifik,” tegasnya.
Usulan Indonesia itu akan dibahas lebih lanjut di komite khusus yang menyusun Deklarasi Bersama Sidang APPF ke-24. Sidang APPF ke-24 berlangsung di Vancouver sejak 17-22 Januari 2016. Pada pertemuan tahun ini, dibahas tiga sektor yakni politik dan keamanan, ekonomi dan perdagangan, serta kerja sama kawasan Asia Pasifik.
APPF adalah forum Parlemen negara-negara Asia Pasifik yang dibentuk pada 1991 oleh sembilan negara, termasuk Indonesia. Pada pertemuan ini, hadir 20 delegasi negara, seperti Jepang, Australia, Malaysia, Rusia, Korea Selatan, Tiongkok, Australia, dan Selandia Baru.
Sumber:beritasatu.com