TOTABUAN.CO-Munas Golkar menjadi arena pertarungan terbuka antara Ade Komarudin (Akom) dan Setya Novanto (Setnov). Selama ini, keduanya memang kerap berseteru di internal Golkar, namun tak pernah terang-terangan mengemuka ke publik.
Sejak Aburizal Bakrie (Ical) memutuskan untuk legowo menggelar munas, tak lagi maju sebagai ketua umum Golkar, dua loyalis Ical ini kemudian bertarung perebutkan kursi orang nomor satu di partai penguasa orde baru itu. Setnov dan Akom memang bisa dibilang anak kesayangan Ical, selalu mendapat jabatan di masa kepemimpinan Ical.
Dalam kontestasi jelang munas, Akom diisukan terima gratifikasi pelayanan private jet saat keliling konsolidasi ke pengurus Golkar daerah. Akom diketahui naik jet pribadi bersama timsesnya, Bambang Soesatyo, Ahmadi Noor Supit, MS Hidayat, Titiek Soeharto.
Foto mereka pun tersebar di media sosial. Sebuah LSM kemudian menuding Akom yang juga ketua DPR itu menerima gratifikasi. Mantan sekretaris Fraksi Golkar ini pun kemudian dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Bambang Soesatyo geram jagoannya dituding menerima gratifikasi pelayanan pesawat pribadi. Dia pun mengungkap asal usul pesawat tersebut.
“Saya menilai permainan makin kasar dalam persaingan caketum Golkar jelang Munas awal April mendatang. Kita sudah tahu pelakunya. Pesawat milik sendiri kok dibilang gratifikasi. Kita imbau bersainglah secara sehat,” terang Bamsoet.
Bamsoet membantah sekali lagi, jet pribadi yang digunakan Akom bentuk gratifikasi. Menurut dia, pesawat itu milik perusahaannya yang bergerak di bidang tambang batu bara.
“Saya adalah salah satu pemegang saham di group perusahaan (PT Kodeco-Jhonlin) penerbangan itu sejak 2005 sebelum menjadi anggota DPR sampai sekarang. Dan itu sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan pengusaha Kadin Indonesia dimana saya menjabat sebagai wakil ketua umum bersama Rosan sebagai ketua unumnya. Perusahaan kami bergerak di bidang tambang batu bara di Kalsel, angkutan laut, angkutan udara dan alat berat. Jadi apanya yang salah dan apanya yang gratifikasi?” jelas Bamsoet.
Tak berselang kasus gratifikasi ini mencuat, giliran Setnov dilanda isu etik parlemen.
Setnov dituding telah titip absen kehadiran paripurna DPR pada Selasa (23/2) lalu.
Tanda tangan Setnov saat DPR menggelar paripurna pengesahan UU Tapera pun beredar di media sosial. Padahal hari itu, Setnov sedang berada di Sulawesi Utara sedang menghadiri konsolidasi bersama pengurus Golkar daerah.
Kasus ‘Papa Titip Absen’ ini kemudian ramai diperbincangkan. Setnov dituding melanggar etika sebagai anggota dewan, bahkan lebih mementingkan kampanye caketum Golkar ketimbang menjadi anggota DPR sebagai wakil rakyat.
Kasus ini kemudian tengah diselidiki oleh MKD. MKD berencana memeriksa rekaman CCTV paripurna, siapa yang melakukan tanda tangan tersebut. Apakah benar orang utusan Setnov, atau hanya orang yang mau memfitnah mantan ketua DPR yang pernah terbelit kasus ‘Papa Minta Saham’ tersebut dalam kontestasi caketum Golkar.
Setnov sendiri membantah telah melakukan titip absen di paripurna. Dia tidak tahu, siapa yang berupaya memfitnahnya dengan melakukan tanda tangan di absen paripurna itu.
“Saya tidak mengerti yang tanda tangan siapa. Ini ada yang sengaja,” kata Setya Novanto kepada wartawan, Kamis (25/2).
Dia menjelaskan, pada hari itu dia berkunjung ke Manado. Di Manado dia sempat bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Golkar Aburizal Bakrie (Ical).
“Saya saat itu ke Manado. Jadi saya tidak tahu. Pasti ada orang yang sengaja itu. Itu bukan tanda tangan saya. Saya memang ke Manado. Karena Pak ARB ada kunjungan ke sana,” tuturnya.
Bahkan Novanto menegaskan, tidak ada satupun stafnya yang melakukan tanda tangan itu. Dia pun enggan berpolemik bahwa pemalsuan tanda tangan ini merupakan salah satu cara untuk menggembosinya sebagai calon ketua umum Golkar.
“Di sekretariat sudah saya cek, tidak ada (yang tanda tangan),” ujarnya.
sumber:merdeka.com