TOTABUAN.CO POLITIK — Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) diharapkan bisa berjalan aman dan tanpa konflik.
Pesta demokrasi juga dapat menjadi momentum untuk mengedukasi masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan (prokes) pencegahan Covid-19.
Hal itu disampaikan Koordinator Divisi Penanganan dan Pelanggaran Badan Pengawas Pemlu (Bawaslu) Sulut Mutarin Humagi saat menggelar rapat koordinasi terkait partisipasi publik pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulut 2020 di
Rakor Partisipasi Publik Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2020 di Provinsi Sulawesi Utara di Kedai Al-Baik Pantai Pinogu, Boroko Kecamatan Kaidipang Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) Jumat 20 November 2020.
Dalam rakor tersebut menghadirkan, Syamsudin Antuli Akademisi dari IAIN Manado, Imanuddin Guhung tokoh Pemuda Bolmut selaku pemateri. Dan menghadirkan tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, pemerintah, Polres Bolmut dan pihak Koramil Bolmut.
“Pilkada Serentak 2020 sangat penting untuk memilih pemimpin, dan semua pihak seperti masyarakat, pemerintah, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilu jangan pernah abai terhadap protokoler keseharan,” kata Mustarin mendahului pembukaan Rakor tersebut.
Menurut Mustrarin, Pilkada diharapkan semua masyarakat di Kabupaten Bolmut tetap mengutamakan kerukunan meski ada perbedaan pilihan politik di pilkada.
“Hindari ketegangan apalagi sampai ada konflik di masyarakat karena pilkada,” katanya.
“Terpenting dari momen pilkada ini tetap bangun keharmonisan antar semua kelompok dan lapisan masyarakat,” tambahnya.
Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember di Sulut, selain pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, juga terdapat tujuh kabupaten dan kota. Yakni Kota Manado, Kota Bitung, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Tomohon.
Mustarin menambahkan momentum Pilkada merupakan edukasi bagi masyarakat. Tetapi masih ada sikap apatisme dari masyarakat dikarenakan kebutuhan-kebutuhan yang mendalam dari masyarakat.
“Ini yang menjadi problem disetiap hajatan Pilkada. Apatisem masyarakat karena banyak faktor. Sehingga perlu edukasi,” ungkapnya.
Syamsudin Antuli salah satu pemateri mengatakan, makna partisipasi dalam Pilkada merupakan unsur proses penyelenggaraan pemilu. Bahkan merupakan parameter untuk pemilu yang adil dan berintegritas.
Menurutnya, terjadi apatisme di masyarakat, bukan juga dikarenakan faktor kebutuhan, akan tetapi minimnya pendidikan politik.
Sedangkan tokoh pemudan Bolmut Imanuddin Guhung menagatakan, dalam sejarah Pemilu tahun 1955 silam, partisipasi pada saat itu merupakan partisipasi yang paling paripurna dalam sejarah bangsa.Oleh karena itu harus menjadi contoh yang nyata bagi bangsa hari ini. (*)