TOTABUAN.CO — Meski Jokowi sudah mengumumkan nama-nama menteri di kabinetnya, KPK masih tutup mulut soal siapa saja yang sempat diberi tanda merah. Kemarin, Ketua KPK Abraham Samad hanya memberikan sedikit informasi, bahwa nama yang diberikan Jokowi untuk discreening mencapai 80 orang.
Menurut dia, nama itu diberikan secara bergelombang dan diawali dengan 42 nama. Setelah itu datang lagi tambahan setelah beberapa nama diberi catatan oleh lembaga antirasuah.
“Mohon maaf, saya agak lupa karena ada 80 nama dan lebih dari 10 diberikan tanda minus. Bukan 8,” ujarnya.
Alasan itu membuat dia tidak bisa menjawab apakah menteri-menteri yang sudah dilantik benar-benar tanpa catatan buruk KPK. Namun, dari jumlah itu terlihat kalau Jokowi punya sedikitnya 60an nama yang dinyatakan bersih. Presiden mempunyai “stok” nama berlebih karena hanya memilih untuk 34 kementerian saja.
Samad menegaskan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk menentukan siapa saja yang layak karena itu hak prerogatif presiden. Siapapun yang dipilih Jokowi mengisi kabinet, KPK tidak bisa melarang.
“Sebenarnya, posisi KPK hanya berikan rekomendasi, pandangan, dan panduan bahwa ini orang-orang yang sebenernya harus dipertimbangkan. Tapi sekali lagi, hak prerogatif ada pada presiden dan kita enggak mungkin mengintervensinya,” imbuh Samad.
Dia mengaku lupa soal persentase yang mendapat catatan buruk, apakah lebih banyak dari kalangan profesional atau politisi. Banyaknya nama juga membuat dia lupa siapa saja yang telah diberi catatan. Entah serius atau tidak, Samad mengatakan bakal memberitahu setelah satu atau dua hari lagi.
Sikap tertutup itu diakui Samad mematik reaksi masyarakat. Apalagi, ada suara sumbang atas beberapa nama yang diresmikan Jokowi mengisi salah satu pos kementerian. Bagi pria asal Makassar itu, reaksi masyarakat justru menjadi alarm bagi pemerintahan yang baru untuk mengoreksi diri.
Beberapa nama yang sempat menjadi pembicaraan di masyarakat, sosial media, hingga memicu demo di Istana Negara adalah Rini Soemarno. Saat disindir nama itu, Samad menjawab diplomatis dengan mengaku lupa apakah dia diberi tanda merah atau tidak.
“Ini konsekuensinya hukum. Jadi saya wnggak bisa mereka-reka,” katanya.
Dia lantas mengatakan, siapapun yang tidak diberi catatan bukan berarti tidak akan melakukan korupsi. Katanya, posisi seseorang dengan kekuasaan lebih bisa memicu godaan. Kalau tidak tahan, siap-siap saja menteri tersebut untuk berurusan dengan hukum.
Sedangkan terkait dengan calon pengisi Jaksa Agung, Samad masih menunggu nama-nama dari Jokowi untuk discreening. Sebab, sama dengan para menteri, Jaksa Agung juga harus diisi oleh orang yang bersih. Dia ingat betul saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih memimpin, calon Kapolri juga dikonfirmasikan ke KPK.
“Hari ini belum (dikonfirmasikan). Tapi pengalaman di masa lalu, Kapolri atau pengisian Kabareskrim juga dikonfirmasi ke KPK. Jaman SBY, posisi jabatan bintang 3 di Kepolisian itu diminta tracking oleh KPK,” urainya.
Tidak hanya Samad, pimpinan lainnya yakni Zulkarnaen juga memilih tutup mulut. Menurutnya, lebih baik memberi kesempatan para menteri itu bekerja ketimbang mempermasalahkan warna merah dan kuning.
“Itu sudah lewat, yang lalu ya sudah. Saya tidak mau jawab itulah. Berikan kesempatan,” katanya.
Setelah ini, KPK akan membuat surat ke presiden dan kementerian lembaga untuk menyampaikan kewajibannya. Yaitu, menyampaikan laporan harta kekayaan negara (LHKPN) selambat-lambatnya dalam dua bulan ke depan.
“Kita juga meminta supaya taat pada ketentuan gratifikasi. Kalau tidak bisa menolak, laporkan pada KPK dalam waktu 20 hari,” imbuhnya.
Soal LHKPN, Wakil Ketua Busyro Muqoddas mengingatkan kalau itu terkait dengan komitmen moral. Tidak perlu merepoti presiden, jadi menteri harus siap untuk membuka semua yang melekat pada jabatannya. Dalam waktu dekat, KPK juga akan memberikan pembekalan sesuai dengan permintaan Jokowi.
“Kami siap desain tata kelola dari keseluruhan kabinet karena sistem integritas nasional (SIN) sudah kami serahkan ke menteri. Kami berikan gambaran itu sehingga KPK siap untuk memberikan kontribusi pada semua menteri dan pimpinan lembaga negara agar based on transparancy, akuntabilitas dan based on empowering karena selama ini rakyat selalu ditinggal,” ungkapnya.
sumber : jpnn.com