TOTABUAN.CO — Merebaknya kabar pemecatan delapan anggota DPR dari Fraksi Demokrat mendapat respon dari banyak pihak. Mayoritas menilai model pergantian antarwaktu (PAW) berdasar pemecatan semacam itu bisa merugikan konstituen. Karena itu, sistem PAW atau biasa disebut recall harus diperbaiki.
Beredar kabar, anggota DPR dari Fraksi Demokrat yang akan di-PAW, antara lain, Rooslynda Marpaung, Amin Santoso, Fandi Utomo, Verna Gladys, Ambar Cahyono, Nasyt Uma, dan Wahyu Sanjaya.
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie menjelaskan, sejak awal pihaknya telah menelaah bahwa PAW anggota DPR yang dilakukan mahkamah partai merupakan upaya melukai demokrasi. Sebab, mereka dipilih rakyat secara langsung.
“Kadang mereka dipecat karena alasan yang tidak jelas,” terangnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) pernah membuat keputusan soal PAW pada 2004/2005. Ketika itu seorang anggota DPR dari Partai Amanat Nasional bernama Djoko Edi mengadu ke MK karena di-PAW.
Dalam pengaduannya, dia meminta sistem PAW dihapus. Di antara sembilan hakim, lima setuju sistem PAW tetap ada dan empat hakim setuju dihapus atau mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda).
“Saat itu saya masuk sebagai hakim yang setuju sistem PAW dihapus. Tapi, karena kalah jumlah, akhirnya keputusannya sistem PAW tetap ada. Namun, seharusnya MK saat ini memiliki terobosan untuk masalah PAW,” jelasnya.
Saat ini, lanjut dia, sistem pemilu di Indonesia telah berubah dari proporsional murni ke perolehan suara terbanyak. Karena itu, MK perlu membuat terobosan jika memang ada yang mengajukan uji materi untuk sistem PAW.
“Dengan kondisi demokrasi dan pemilu yang berbeda, tentu harus ada adaptasi,” terangnya.
sumber : jpnn.com