TOTABUAN.CO — Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Ainun Naim mengatakan, sejumlah hal yang harus diatur oleh pemerintah jika memisahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi pendidikan dasar menengah dengan pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi rencananya akan digabung dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).
“Itu terkait bagaimana membuat organisasi yang di dalamnya,” kata Ainum Naim, usai bertemu pimpinan DPR RI, Jumat (24/10). Ainun diminta memberikan pandangan terkait rencana Presiden Joko Widodo melebur Kemdikbud.
Masalah selanjutnya terkait dengan aset. Menurut Ainun, aset Pendidikan Tinggi (Dikti) terbilang besar. Yakni mencapai Rp 95 triliun. Belum lagi bagaimana merelokasi orangnya yang jumlahnya mencapai 75 ribu pegawai, termasuk para dosen. Puluhan ribu pegawai itu harus dipindah ke Kementerian Riset dan Teknologi.
“Artinya kementerian yang baru (Kemenristek dan Pendidikan Tinggi) harus siap menerima dan me-manage aset dan pegawai yang baru. Masalah selanjutnya adalah soal anggaran. Yang Dikti berapa dan yang secara keseluruhan,” jelasnya.
Terkait anggaran pendidikan, lanjut Ainun, pemerintah harus patuh pada Undang-undang Dasar 1945, yang mengatur porsi anggara pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. “Kita harus patuh pada UUD yang prioritas kepada pendidikan, dengan menyiapkan anggaran 20 persen minimum untuk pendidikan,” tukasnya.
Namun demikian, Ainun menyebutkan Kemdikbud hanya dimintai masukan oleh pimpinan DPR Ri soal perubahan nomenklatur Kemdikbud. Sehingga dia pun secara terbuka menyampaikan aspek positif dan negatif dari perubahan tersebut.
“Timnya Pak Presiden kan sudah memikirkan lama. Kemudian juga sudah masukan dari media, tokoh dan Bappenas. Kita hanya memberikan masukan kalau perubahan ini dilakukan, harus dimanage dengan baik,” tandasnya.
sumber : jpnn.com