TOTABUAN.CO POLITIK — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Utara (Sulut) mengadakan Pengembangan Sekolah Kader Pengawas Pemilu Partisipatif (SKPP) 2020 selama 4 hari.
Acara yang digelar di Hotel Aryaduta ini berlangsung sejak Selasa hingga Jumat 4 Desember 2020.
Bawaslu Sulut juga mengundang Kepala Bagian Sosialisasi Bawaslu RI Faisal Rahman selaku pembicara.
Faisal mengatakan, pembagian uang hadiah natal atau yang lebih dikenal sebagai doi natal (donat) di Sulut saat mendekati Pilkada 2020 merupakan salah satu bentuk politik uang (money politic).
“Tak hanya di umat Kristiani, di Muslim juga ada hadiah serupa bernama bisyaroh. Sebenarnya apapun bentuknya, selama dilakukan untuk kepentingan 9 Desember 2020 itu termasuk money politic,” jelas Faisal, Rabu 2 Desember 2020.
Namun hal tersebut bisa saja menjadi kabur jika calon telah melakukannya sejak 10-15 tahun sebelum.
“Jika calon memang terbiasa melakukannya setiap menjelang perayaan sejak 10-15 tahun lalu bisa saja menjadi kabur apakah itu masuk politik uang atau tidak karena bisa berlindung dibalik kebiasaan,” tambah Faisal.
Dengan begitu, Bawaslu Sulut pun harus menyelidiki lebih dalam motif dan tujuan pemberian hadiah tersebut.
Namun jika tiba-tiba calon yang bahkan sebelumnya tidak dikenali menjadi baik hati memberi hadiah, hal tersebut bisa dikatakan sebagai money politic.
Dalam SKPP, salah seorang peserta mengonfirmasi kabar yang menyatakan bahwa anggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) lebih besar dibanding Bawaslu.
Faisal menampik kabar tersebut karena KPU adalah pihak penyelenggara pemilu yang paling banyak kebutuhannya.
“Anggaran KPU itu di mana-mana lebih besar karena KPU yang menyediakan logistik selama proses pemilihan. Selain itu petugas KPU juga lebih banyak terlibat misal di setiap TPS petugas dari Bawaslu satu orang, sedangkan dari KPU ada 7 orang yang disebut sebagai KPPS,” ujar Faisal.
Faizal memastikan, berita yang didapat oleh peserta tersebut merupakan hoaks.(*)