TOTABUAN.CO — Mereka yang kuliah dengan beasiswa tahu betul, mendapatkan beasiswa itu tidak mudah. Ada berbagai tahapan seleksi yang harus dijalani.
Bagi Luthfi Adam, tahapan terberat adalah pada pembuatan proposal penelitian. Menurut peraih beasiswa doktoral pada program Arryman Fellows 2013 itu, kita harus membuat perencanaan riset yang meyakinkan.
“Tidak terlalu besar tapi signifikan bagi perkembangan ilmu di bidang yang kita geluti,” ujar Luthfi.
Luthfi menyarankan, ketika menyiapkan proposal riset untuk sebuah seleksi beasiswa, sebaiknya kita tidak ragu berkonsultasi dengan ilmuwan yang kita kenal, seperti dosen-dosen di kampus. Para pakar tersebut bisa dimintai kritik tentang rencana penelitian yang akan diajukan.
“Tapi, jangan sungkan untuk mengontak ilmuwan yang tidak kita kenal sekalipun. Bahkan ilmuwan tingkat dunia yang punya reputasi bagus di bidang yang kita geluti. Banyak dari mereka akan membantu kita memperbaiki proposal riset kita dengan antusias, meskipun mereka tidak kenal kita,” paparnya.
Sementara itu, peraih beasiswa untuk studi S-3 di Imperial College, London, Fadhillah Muslim, menggarisbawahi pentingnya ketelitian dalam mempersiapkan semua syarat pendaftaran beasiswa. Misalnya, persyaratan kemampuan berbahasa asing.
Kuncinya, kata Fadhillah, adalah tidak menyerah. Jika gagal pada tes kemampuan berbahasa, ambil tes ulangan hingga mendapakan nilai sesuai persyaratan.
“Jika diminta untuk menuliskan esai sebagai salah satu persyaratannya, persiapkan dengan sebaik-baiknya dan di-review lagi sebelum dikumpulkan,” tutur gadis 24 tahun itu.
Saat wawancara, kata Fadhillah, sebaiknya kita sudah siap 100 persen. Salah satu caranya dengan mengenali kelebihan, kekurangan dan potensi diri sendiri sebagai landasan argumen mengapa kita layak menerima beasiswa tersebut.
Tahap wawancara juga menjadi perhatian Dian Kuswandini ketika mengikuti seleksi beasiswa. Mantan jurnalis yang mempersiapkan lamaran beasiswanya dalam waktu singkat dan serba mepet ini kini menempuh studi magister di Prancis.
Dian menilai, kandidat penerima beasiswa perlu menunjukkan motivasi dan kesungguhan saat menjalani sesi wawancara. Tetapi, kata Dian, jangan berlebihan.
“Dari pengalaman pribadi, saat wawancara saya ungkapkan bagaimana saya selama berbulan-bulan meriset universitas dan jurusan yang saya inginkan, dan berapa biaya yang dibutuhkan untuk tinggal di negara/kota tersebut. Persiapkan rencana penelitian dengan baik. Ini menunjukkan motivasi dan kesiapan kita. Pikirkan juga baik-baik, jawaban untuk pertanyaan ‘Apa yang kamu lakukan jika tidak diterima?'” tutur Dian.
Baik Luthfi, Fadhillah dan Dian percaya, kita tidak boleh menyerah dalam perburuan beasiswa. Dalam istilah Dian, segala sesuatu yang sangat kita inginkan harus diperjuangkan hingga detik terakhir, meski rasanya sudah tidak ada harapan lagi.
“Jangan pula merasa patah semangat bila saingan kita rasanya lebih ‘hebat’ atau punya peluang yang lebih besar dari kita. Karena, toh, Tuhan yang menentukan semua dan kita enggak pernah tahu di mana rejeki kita,” imbuhnya.
Pendapat tersebut diamini Fadhillah. Menurut gadis berkerudung ini, kita harus yakin jika semua persyaratan administrasi mampu dilengkapi, peluang kita mendapatkan beasiswa tersebut setidaknya mencapai 60 persen.
“Dan tentunya tidak lupa berdoa kepada Allah sebagai pemberi keputusan,” ujar Fadhillah.
sumber : okezone.com