TOTABUAN.CO – Jakarta, Di masa Kurikulum 2013, keberadaan kelas akselerasi tinggal kenangan. Sebagai gantinya pemerintah membuat kelas pendalaman minat, khusus di jenjang SMA. Lama studinya sama seperti kelas peminatan reguler yakni 3 tahun.
Wakil Mendikbud Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan, pertimbangan penghapusan kelas akselerasi itu dilandasi dari beberapa hasil kajian. Diantaranya adalah membuat anak atau siswa yang belajarnya terpaksa dimampatkan. Kemudian selama ini penjaringan siswa yang masuk di kelas akselerasi tidak beradasarkan IQ tetapi dengan nilai.
“Belum tentu anak yang nilainya tinggi, IQ-nya bagus. Nilai bagus itu bisa jadi karena siswanya rajin,” jelas Musliar di Jakarta kemarin. Padahal untuk bisa mengikuti pembelajaran yang masanya dimampatkan itu, dibutuhkan kualitas IQ yang tinggi.
Musliar juga menjelaskan, pemampatan lama studi itu membuat siswa tidak memiliki waktu untuk membangun kepribadian. Para siswa juga disibukkan dengan belajar dan kurang aktifitas bergaul dengan siswa lainnya.
“Di negara-negara maju tidak ada kelas akselerasi atau kelas khusus. Kalaupun ada, untuk anak-anak dengan IQ diatas 160. Itupun kecil sekali jumlah siswanya,” urai mantan rektor Universitas Andalas (Unand) Padang itu. Berbeda sekali dengan di Indonesia. Dimana kelas akselerasinya banyak sekali, sampai beberapa rombongan belajar.
Sebagai pengganti keberadaan kelas akselerasi itu, Kemendikbud membuat kelas pendalaman minat. Regulasinya diatur dalam Permendikbud 64/2014. Meskipun menggantikan posisi kelas akselerasi, Musliar menegaskan lama studi siswanya tetap tiga tahun. “Tidak dimampatkan menjadi 2 tahun seperti kelas akselerasi selama ini,” tutur dia.
Regulasinya seperti, siswa yang masuk kelas pendalaman minat harus memiliki indeks prestasi paling rendah 3,66. Syarat berikutnya adalah memiliki kecerdasan istimewa, dengan dibuktikan tes IQ dengan skor paling rendah 130.
“Dalam menyelenggarakan kelas pendalaman minat, sekolah harus menggandeng kerjasama dengan perguruan tinggi,” ujarnya.
Kerjasama dengan perguruan tinggi itu didasari atas kesesuaian bidang keilmuan. Misalnya pendalaman minat kelompok matematika dan IPA, IPS, bahasa dan budaya, atau keagamaan.
Kewajiban perguruan tinggi adalah menyediakan sumber daya pendidik yang digunakan sebagai pengajar siswa. Skema ini berbeda dengan sistem sekolah akselerasi selama ini.
Dimana di dalam kelas akselerasi, gurunya tetap pendidik reguler yang ada di sekolah masing-masing. Kerjasama antara sekolah dengan perguruan tinggi ini harus tertuang dalam sebuah nota kesepahaman.
Sementara itu Kemendikbud masih menuntaskan investigasi pencetakan dan pendistribusian buku Kurikulum 2013. Agenda pencetakan dan pendistribusian ini sempat kacau, karena buku tidak segera sampai di sekolah.
Investigasi ini digulirkan oleh Itjen Kemendikbud. Irjen Kemendikbud Haryono Umar menuturkan, sampai kemarin investigasi masih berjalan. Dia mengatakan tim masih di lapangan dan belum melaporkan hasil investigasi atau rekomendasi.
“Investigasi ini untuk mengetahui masalah sebenarnya dalam pencetakan dan pendistribusian buku itu apa,” tuturnya.
Tim Itjen berharap dalam pengadaan dan pendistribusian buku di semester II yang dimulai Januari depan, tidak terjadi lagi kasus keterlambat. Sehingga siswa dan guru dapat memegang buku tepat waktu. Dampak lainnya, jadwal pembelajaran tidak sampai mundur karena menunggu buku sampai di sekolah
Sumber: jpnn.com