TOTABUAN.CO — Kehebohan terjadi di Sekolah Dasar Negeri Percobaan No. 19 Jalan Sei Petani, Kecamatan Medan Baru, Selasa (14/11) sekira pukul 11.00 WIB.
Hal ini dipicu terungkapnya kekerasan seksual yang melibatkan siswi kelas 4 SD. Alhasil, para orangtua siswa yang anaknya menjadi korban, menyambangi sekolah dan meminta ketegasan kepala sekolah.
Informasi diperoleh Sumut Pos (Grup JPNN), Selasa (14/11) sekitar pukul 10.32 WIB, para orangtua siswi sudah berkumpul di sekolah itu.
Dalam tuntutannya, mereka meminta pihak sekolah agar mengeluarkan anak yang kerap melakukan kekerasan seksual terhadap anak mereka. Akibat aksi para orang tua murid tadi, tak pelak proses belajar mengajar di sekolah itu pun sempat terhenti.
Salah seorang orangtua siswi yang enggan disebut namanya mengungkap bahwa peristiwa yang sempat dialami putrinya itu sampai membuat sang buah hati trauma dan enggan masuk sekolah karena takut bertemu dengan pelaku.
“Peristiwa itu terjadi sejak dua pekan lalu. Jadi si anak itu punya kebiasaan ngebully (ngerjai, red) teman-temannya yang dianggap lemah gitu. Termasuklah salah satunya anak kami yang jadi korban,” beber keluarga dekat korban yang mendampingi saudaranya di sekolah itu kepada Sumut Pos, Selasa (14/11).
Dia menceritakan bahwa anak itu seperti membentuk geng di dalam sekolah. Berbagai macam kejahatan, bahkan kekerasan seksual kerap mereka lakukan terhadap teman-temannya.
“Bahkan sejak duduk di kelas I mereka telah melakukannya. Sebelumnya kami juga tidak mengetahui kejadian itu menimpa putri kami, sampai akhirnya dia bercerita. Itu pun kami tak percaya begitu saja. Nah, untuk mengungkap kebenaran cerita itu, maka kami pun membawa putri kami melakukan visum. Pelaku kerap menarik korbannya ke kamar mandi dan membuka celana sampai menjolokkan benda keras (pakai sikat kamar mandi) ke kemaluan korban,” tambahnya.
Orangtua siswi korban lainnya mengatakan, sebenarnya peristiwa ini sudah diredam dengan meminta pihak sekolah mengeluarkan anak tersebut.
Akan tetapi lantaran orangtua pelaku yang disebut-sebut dari kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) melakukan tekanan ke pihak sekolah, jangankan tindakan, teguran pun tak kunjung diberikan pihak sekolah.
Karenanya para orang tua murid pun menuding lemahnya pengawasan pihak sekolah. “Peristiwa ini tidak akan terekspos jika pihak sekolah memindahkan anak itu. Tapi kita sudah lelah dengan memikirkan peristiwa ini. Toh, begitu pun tetap saja tidak ada tindakan yang dilakkukan pihak sekolah terhadap anak itu. Makanya kita pikir, aksi adalah jalan yang terbaik,” beber perempuan yang juga tak ingin namanya ditulis itu.
Menurut mereka, sikap tak koperatif kerap ditunjukkan orangtua pelaku dengan terus membantah jika anaknya melakukan kekerasan seksual. “Lantaran bapaknya (orangtua pelaku, Red) merasa orang LSM dan sok hebat maka dia tidak mau mengakui itu. Dan yang kami palaknya (kecewa dan marah, Red) lagi, pihak sekolah pun gak pernah melakukan skorsing atau apapun untuk menindak pelaku,” katanya.
Upaya mediasi yang beberapa kali dilakukan juga mentok. Artinya tidak membuahkan titik temu antara kedua belah pihak. Oleh karenanya aksi puluhan para orangtua itu memuncak dan meminta kepala sekolah mengeluarkan anak tersebut.
Kepada wartawan, Kepala SDN Percobaan Medan, Eli, mengatakan, pihaknya sudah berusaha mencari tahu kronologi cerita dari para siswi yang menjadi korban. Dia mengaku bahwa ada penyimpangan yang dilakukan oleh anak didiknya.
“Kejadian itu terjadi tanggal 29 dan 30 September lalu. Anak-anak cerita bahwa mereka ditarik Sari dan Bunga (bukan nama sebenarnya) ke kamar mandi, lalu dibuka celana dan dimasukkan sikat kamar mandi ke dalam kemaluan mereka,” jelas Eli.
Dia mengatakan para siswi yang jadi korban kekerasan itu mengaku takut mengungkapkan kejadian tersebut kepadanya dan juga guru lainnya. Setelah tiga hari dari kejadian, si anak baru cerita kepada temannya, kemudian pada Selasa (7/10) barulah cerita itu terdengar oleh pihak sekolah.
“Kami takut buk memberi tahu kepada ibu (guru, Red). Mereka melakukannya di waktu jam istirahat pertama,” kata Eli menirukan ucapan siswinya.
Mendengar informasi itu, lantas pihak sekolah memanggil kedua orangtua siswi yang melakukan perbuatan tersebut. Ia mengaku keberatan orangtua korban meminta pihak sekolah memindahkan sekolah anak tersebut, supaya anak mereka bisa nyaman bersekolah. Pihak sekolah kata dia, tidak akan mengeluarkan siswi seenaknya, karena menurutnya sekolah harus merangkul.
“Katakanlah dia bersalah, tapi kan kita tetap harus membina. Disamping itu orangtua korban juga menolak anaknya dikeluarkan karena dasarnya belum jelas. Karenanya dilakukan mediasi sebanyak tiga kali, namun sayang, saat itu tidak ditemukan kata mufakat,” kata dia.
Mendengar cerita dari para siswi, tindakan itu dilatarbelakangi akibat tontotan yang dilihat para siswi melalui media handphone. Eli menolak bahwa pengawasan sekolah sangat lemah dalam hal ini. Alasannya menurut dia, sebagai kepala sekolah dirinya tidak bisa mengambil kebijakan begitu saja, karena persoalan ini sudah masuk ranah hukum.
Dia malah mengatakan pengawasan kerap dilakukan karena disetiap toilet ada petugas kebersihan. “Cleaning service kan setiap saat ada di situ,” kilahnya.
Ayah pelaku yang disebut-sebut bernama IH justru menanggapi dingin kejadian tersebut. Dia mengatakan kejadian ini hanya kejadian biasa saja, dan tidak perlu di besar-besarkan. Bahkan ia sempat terlihat merekam sekeliling halaman sekolah dengan menggunakan handphonenya.
“Biar saya tau orang- orang yang mengintimidasi anak saya,” tuturnya sambil terus merekam dengan nada tinggi.
Terpisah, Kadis Pendidikan Kota Medan, Drs Marasutan Siregar, MPd mengaku terkejut mendengar adanya kekerasan yang menimpa siswi kelas IV SD Negeri Percobaan. Apalagi pelaku penganiayaan juga siswi.
Marasutan selanjutnya mengambil kebijakan strategis. Antara lain, memanggil orangtua pelaku penganiayaan dan meminta membuat surat pernyataan untuk melakukan pengawasan. Jika nantinya terulang kembali maka anaknya akan dikembalikan ke orangtua.
Selanjutnya ia memerintahkan kepala sekolah dan guru untuk melakukan pengawasan ekstra keras sampai dengan ke kamar mandi. “Jika ada murid yang ke kamar mandi tidak boleh berdua, tetapi sendiri dan harus diawasi,” pintanya.
Dia juga memerintahkan kepada pengawas sekolah untuk datang setiap hari ke sekolah demi menjaga suasana kondusifitas sekolah. Sedangkan kepada kepala unit pelaksana teknis (KUPT) diminta dua kali seminggu untuk datang ke sekolah ikut mengawasi.
Marasutan menambahkan, jika kekerasan seksual yang dialami siswi SD Negeri Percobaan berdasarkan informasi dari keluarga pelaku tindak penganiayaan yakni adanya taruhan antara siswi yang satu dengan lainnya.
“Seperti ‘suit-suitan’ siapa yang kalah masuk ke kamar mandi. Jadi, anak saya kalau kalah pun juga jadi korban,” ucap Marasutan menirukan pernyataan orangtua pelaku penganiayaan.
Mendengar jawaban tersebut, dirinya juga mengaku bingung karena sempat ada taruhan seperti itu. Namun, dia berharap orangtua pelaku penganiayaan untuk membuat surat pernyataan agar tidak mengulangi lagi.
“Hasil ini dicatat dalam notulen dan ditandatangani. Kita berharap kejadian seperti ini yang terakhir dan tidak terjadi di sekolah lain. Langkah ke depan, Dinas Pendidikan Kota Medan akan menyurati semua sekolah untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap aktivitas para siswa,” kata Marasutan.
Sumber : jpnn.com