Penulis: Subagio Manggopa Warga Bangomolunow Sulut
Menarik sekali membaca ulasan dan postingan para netizen di jejaring sosial pagi ini. Dengan topik : “Penguasaan lahan oleh Prabowo,” tema inipun menjadi trending topic dua hari belakangan ini. Berawal dari sindiran Joko Widodo pada saat Debat Capres Putaran kedua – mengenai kepemilikan lahan oleh Prabowo Subianto di Kalimantan Timur dan Aceh Tengah – seolah memantik publik – pernyataan inipun langsung menjalar dan menyasaki lanskap media sosial.
Kendati, dalam kesempatan yang sama Prabowo Subianto mengakui dirinya memang menguasai sejumlah lahan milik Negara atas dasar status Hak Guna Usaha (HGU) dan siap jika harus mengembalikannya kepada Negara. Namun tetap saja, tudingan miring yang dialamatkan kepada Prabowo Subianto terlanjur mengalir deras. Sebagai ekses atas tudingan tersebut, alhasil, Jokowi pun dilaporkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo – Sandiaga ke KPU. Namun, (disini) saya tidak sedang ingin membicarakan perihal tersebut karena sejatinya itu bukan urusan saya. Saya hanya mencermati lalu lintas percakapan serta postingan di jejaring sosial perihal HGU dan hak Prabowo atas penguasaan lahan yang belakangan menjadi viral itu.
Sebenarnya bukan masalah merespon atau tidak mengenai hal tersebut. Ataupun menjadi pembela fanatik Prabowo karena saya tidak memiliki hajat maupun kepentingan didalamnya. Sekedar melatih akal sehat saja agar kita tidak terjerumus pada pemikiran-pemikiran sesat, dungu serta menjadi pendukung fanatik yang “membabi” buta . Toh, tidak ada salahnya juga jika kita harus mengenal apa itu HGU agar kita bisa me-maf-humi tanpa harus berspekulasi.
Berdasarkan pasal 28 ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu tertentu, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Selain UUPA, peraturan lain yang mengatur mengenai HGU adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Lebih lanjut pada lampiran II Peraturan Kepala Badan Pertahanan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2010 disebutkan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon HGU jika ingin mendaftarkan HGU, yang mana hal ini juga telah diatur dalam pasal 12 ayat (1) PP No. 40/1996, yaitu : (a) Membayar uang pemasukan kepada Negara; (b) Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya; (c) mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis; (d) Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal HGU; (e) Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (f) Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan HGU; (g) Menyerhkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada Negara sesudah HGU tersebut dihapus; (h) Menyerahkan sertifikat HGU yang telah hapus kepada kepala Kantor Pertanahan.
Selain itu, diatur juga sebab-sebab hapusnya HGU seperti yang tertuang dalam pasal 34 UUPA dan pasal 17 ayat (1) PP No.40/1996. HGU menjadi hapus karena hal-hal sebagai berikut : (a) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya; (b) Dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena : 1) Tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, pasal 13 dan/atau pasal 14 PP No.40/1996; 2) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap; (c) Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; (d) Dicabut berdasarkan UU No.20 Tahun 1961; (e) Ditelantarkan; (f) Tanahnya musnah; (g) Pemegang HGU tidak lagi memenuhi syarat untuk dapat mempunyai HGU sebagaimana diatur dalam pasal 30 ayat (2) UUPA.
Merujuk pada aturan di atas, mustahil dipercaya jika Prabowo menguasai lahan tersebut secara illegal tanpa sepengetahuan Pemerintah. Sebaliknya, jika (dibenarkan) tudingan tersebut, ini menunjukkan betapa lemahnya pengawasan serta kedaulatan di negeri ini. Lantas kalau sudah begini, apa yang harus dikata atas kenyataan ini? Yang pasti, saya percaya tanpa harus berspekulasi seperti mereka itu. Bahwa negeri ini memiliki kedaulatan tanpa itervensi serta intimidasi dari pihak manapun termasuk didalamnya kekuasaan atas kekayaan alam Indonesia.
Lalu, bagaimana status lahan yang katanya dikuasai oleh Prabowo itu? Diatas telah disinggung, mengenai persyaratan pemegang serta dihapusnya HGU. Hanya warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia yang dapat mempunyai HGU. Jika pemegang HGU sudah tidak memenuhi syarat sebagai warga Negara Indonesia dan bukan badan hukum Indonesia yang berkedudukan di Indonesia, maka pemegang HGU tersebut dalam waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan HGU tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Jika tidak dilepaskan atau dialihkan, maka HGU tersebut akan hapus dan status tanah kembali menjadi tanah Negara. Konklusinya, jika masih memenuhi persyaratan-persyaratan diatas, maka Prabowo Subianto masih dapat menguasai sejumlah lahan milik Negara atas dasar status Hak Guna Usaha tersebut.
Lantas, bagaimana dengan tudingan itu?. Entahlah. Sekali lagi, itu bukan urusan saya. Yang pasti, saya pun tidak ingin tergesa-gesa menjadi pendukung fanatik dengan pemikiran-pemikiran sesat serta dungu pula.(**)