TOTABUAN.CO — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai, pelaksanaan hukuman mati yang akan segera dilaksanakan Kejaksaan Agung (Kejagung) merupakan suatu bentuk pengalihan isu.
Yakni upaya pemerintah untuk mengalihkan perhatian publik terhadap dinamika politik yang berkembang saat ini yaitu pengangkatan Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri.
“Kredibilitas pemerintah lagi turun karena soal Budi Gunawan itu, dia (Presiden Joko Widodo) tahu kalau publik itu bakal memberikan reaksi positif terkait hukuman mati ini,” jelas Koordinator KontraS, Haris Azhar kepada Okezone, Jumat (16/1/2015).
Menurut Haris, pemerintah seharusnya menyelesaikan terlebih dahulu perdebatan antara Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) soal boleh tidaknya pengajuan Peninjauan Kembali (PK) dilakukan lebih dari satu kali.
“Kita paham sebelum eksekusi ini kalau masih ada perdebatan antara MA dan,MK belum selesai. Nah, ini yang harus diselesaikan terlebih dahulu,” tegasnya.
Hukuman mati, lanjut Haris telah melanggar standard hak asasi manusia (HAM) yang berlaku internasional karena hak hidup adalah hak yang paling penting. Penerapan hukuman mati di Indonesia, kata dia, juga bertentangan dengan perkembangan bangsa beradab di dunia modern.
“Hak hidup adalah hak yang tidak bisa dikurangi, tidak bisa dilanggar, tidak bisa dibatasi dalam keadaan apapun,” tuntasnya.
Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya memastikan akan mengeksekusi enam orang terpidana mati pada 18 Januari 2015 di Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Mereka yang terdiri dari empat pria dan dua perempuan ini seluruhnya merupakan napi yang tersangkut kasus narkoba.
Lima napi akan dieksekusi di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Cilacap. Sedangkan satu orang lainnya akan menghadapi regu tembak di Boyolali.
sumber : okezone.com