TOTABUAN.CO — Hujan deras yang mengguyur Yogyakarta selama sepekan terakhir tidak hanya berdampak secara sosial atau ketataruangan saja. Hujan deras juga membuat Gunung Merapi berpotensi meletus freatik (embusan asap dan material yang dibawa hanya material sisa erupsi, bukan magma) seperti yang terjadi tahun lalu.
Kasi Gunung Merapi, Agus Budi Santosa, mengatakan potensi letusan tidak hanya dipengaruhi oleh hujan semata.
“Potensi letusan freatik tetap ada. Tidak hanya dipengaruhi hujan namun juga keberadaan air lainnya di sekitar. Kami akan pasang alat pemantau deformasi di puncak Merapi,” ujarnya, Sabtu (15/11) saat dikonfirmasi hasil rapat koordinasi penanggulangan bencana.
Letusan freatik sendiri tergolong baru. Diketahui baru tahun lalu Merapi meletus secara freatik. Erupsi ini terjadi karena adanya interaksi air tanah dengan magma panas. Keduanya berpadu dengan tekanan tinggi. Ketinggian semburan asap bergantung pada besarnya tekanan.
Sementara itu erupsi Gunung Merapi yang cukup besar pada 2010 sendiri masih menyisakan material cukup banyak. Tercatat sekitar 40 juta meter kubik juga berpotensi menjadi lahar hujan. Kendati demikian Agus meminta agar warga di sekitar Merapi tidak perlu panik.
“Material perlahan sudah lebih padat. Dari pengalaman tahun lalu hujan dengan intensitas 40 mili meter per jam belum mampu meruntuhkan material menjadi banjir lahar hujan. Warga jangan panik, tapi tetap waspada,” tuturnya.
Untuk menanggulangi segala kemungkinan, pihaknya akan menyiapkan puluhan stasiun pemantau resiko di Gunung Merapi. Sebanyak 44 stasiun tersebut meliputi 14 CCTV, 12 stasiun pencatat seismik, dan 18 stasiun pemantau hujan. “Kami akan pasang secepatnya,” ujarnya.Hujan deras yang mengguyur Yogyakarta selama sepekan terakhir tidak hanya berdampak secara sosial atau ketataruangan saja. Hujan deras juga membuat Gunung Merapi berpotensi meletus freatik (embusan asap dan material yang dibawa hanya material sisa erupsi, bukan magma) seperti yang terjadi tahun lalu.
Kasi Gunung Merapi, Agus Budi Santosa, mengatakan potensi letusan tidak hanya dipengaruhi oleh hujan semata.
“Potensi letusan freatik tetap ada. Tidak hanya dipengaruhi hujan namun juga keberadaan air lainnya di sekitar. Kami akan pasang alat pemantau deformasi di puncak Merapi,” ujarnya, Sabtu (15/11) saat dikonfirmasi hasil rapat koordinasi penanggulangan bencana.
Letusan freatik sendiri tergolong baru. Diketahui baru tahun lalu Merapi meletus secara freatik. Erupsi ini terjadi karena adanya interaksi air tanah dengan magma panas. Keduanya berpadu dengan tekanan tinggi. Ketinggian semburan asap bergantung pada besarnya tekanan.
Sementara itu erupsi Gunung Merapi yang cukup besar pada 2010 sendiri masih menyisakan material cukup banyak. Tercatat sekitar 40 juta meter kubik juga berpotensi menjadi lahar hujan. Kendati demikian Agus meminta agar warga di sekitar Merapi tidak perlu panik.
“Material perlahan sudah lebih padat. Dari pengalaman tahun lalu hujan dengan intensitas 40 mili meter per jam belum mampu meruntuhkan material menjadi banjir lahar hujan. Warga jangan panik, tapi tetap waspada,” tuturnya.
Untuk menanggulangi segala kemungkinan, pihaknya akan menyiapkan puluhan stasiun pemantau resiko di Gunung Merapi. Sebanyak 44 stasiun tersebut meliputi 14 CCTV, 12 stasiun pencatat seismik, dan 18 stasiun pemantau hujan. “Kami akan pasang secepatnya,” ujarnya.Hujan deras yang mengguyur Yogyakarta selama sepekan terakhir tidak hanya berdampak secara sosial atau ketataruangan saja. Hujan deras juga membuat Gunung Merapi berpotensi meletus freatik (embusan asap dan material yang dibawa hanya material sisa erupsi, bukan magma) seperti yang terjadi tahun lalu.
Kasi Gunung Merapi, Agus Budi Santosa, mengatakan potensi letusan tidak hanya dipengaruhi oleh hujan semata.
“Potensi letusan freatik tetap ada. Tidak hanya dipengaruhi hujan namun juga keberadaan air lainnya di sekitar. Kami akan pasang alat pemantau deformasi di puncak Merapi,” ujarnya, Sabtu (15/11) saat dikonfirmasi hasil rapat koordinasi penanggulangan bencana.
Letusan freatik sendiri tergolong baru. Diketahui baru tahun lalu Merapi meletus secara freatik. Erupsi ini terjadi karena adanya interaksi air tanah dengan magma panas. Keduanya berpadu dengan tekanan tinggi. Ketinggian semburan asap bergantung pada besarnya tekanan.
Sementara itu erupsi Gunung Merapi yang cukup besar pada 2010 sendiri masih menyisakan material cukup banyak. Tercatat sekitar 40 juta meter kubik juga berpotensi menjadi lahar hujan. Kendati demikian Agus meminta agar warga di sekitar Merapi tidak perlu panik.
“Material perlahan sudah lebih padat. Dari pengalaman tahun lalu hujan dengan intensitas 40 mili meter per jam belum mampu meruntuhkan material menjadi banjir lahar hujan. Warga jangan panik, tapi tetap waspada,” tuturnya.
Untuk menanggulangi segala kemungkinan, pihaknya akan menyiapkan puluhan stasiun pemantau resiko di Gunung Merapi. Sebanyak 44 stasiun tersebut meliputi 14 CCTV, 12 stasiun pencatat seismik, dan 18 stasiun pemantau hujan. “Kami akan pasang secepatnya,” ujarnya.
sumber : merdeka.com