TOTABUAN.CO — Dewan Perwakilan Daerah (DPD) harus berani melakukan evaluasi pemekaran daerah yang semakin tidak terbendung dengan menata kembali struktur bangun pemerintahan daerah melalui penggabungan.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemda juga telah diberikan dasar hukum yang kuat bagi DPD untuk terlibat secara aktif dalam proses penilaian terhadap pembentukan daerah persiapan sebelum menjadi daerah otonom baru.
“DPD harus mengambil peranan untuk mewujudkan implementasi pembentukan daerah yang lebih baik seturut UU Nomor 23 Tahun 2014,” papar staf pengajar Hukum Tata Negara Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Hestu Cipto Handoyo, dalam FGD DPD tentang Positioning Paper dan Program Prioritas Komite I DPD, di Fakultas Hukum UGM, Kamis (27/11/2014).
Hestu menilai kondisi yang berkembang saat ini menunjukkan pemekaran daerah tidak terkendali, semata-mata hanya dimanfaatkan untuk pemenuhan nafsu politik kekuasaan.
Bahkan, kata dia, pemekaran daerah dimanfaatkan oleh elite politik daerah untuk membuka ruang-ruang kekuasaan yang memungkinkan mereka memeroleh kesempatan yang lebih luas memasuki ranah kekuasaan legislatif dan eksekutif daerah.
“Pemekaran daerah dianggap sebagai salah satu sarana untuk membuka ruang kekuasaan baru pasca-perebutan kekuasaan di pemerintah daerah induk (provinsi atau kabupaten/kota),” tuturnya.
Sementara itu, dosen Hukum Tata Negara FH UGM, Dian Agung Wicaksono, melihat pilihan Indonesia menjadi negara kesatuan terdesentralisasi semata dalam upaya mendekatkan pelayanan publik kepada rakyat dan relatif tidak memberikan dampak signifikan bagi perkembangan daerah.
Perkembangan politik hukum desentralisasi justru diarahkan pada keseragaman dalam menjawab keberagaman daerah di Indonesia.
“Konsep kewenangan dalam otonomi daerah tidak bisa didangkalkan atau ditukar pengertiannya dengan urusan,” tegas dia.
Dia mengakui praktik pelimpahan urusan melalui desentralisasi menimbulkan beberapa persoalan, seperti penyerahan urusan, perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta kemampuan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan.
Oleh karena itu, Dian mendesak adanya desain ulang pola pelimpahan urusan pemerintah pusat dan daerah, seperti dengan menerapkan pola model desentralisasi asimetris penuh.
Gede Pasek Suardika mewakili Komite I DPD RI mengatakan bahwa tujuan FGD tersebut, antara lain, mencari masukan terkait program kerja dan ruang lingkup mereka, seperti pemerintahan daerah, hubungan pusat dan daerah, serta antardaerah maupun pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah.
sumber : okezone.com