TOTABUAN.CO – Sejumlah minimarket di Bali merasa kecewa dengan aturan baru yang melarang penjualan minuman keras (miras) di lokasi usahanya. Pada 16 Januari 2015, Menteri Perdagangan, Rahmat Gobel, meneken Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015. Peraturan itu memberi waktu tiga bulan bagi pengelola minimarket untuk menarik bir dari penjualan.
Wayan Jun, pemilik minimarket berjejaring di Denpasar mengaku khawatir, omset perusahaannya akan melorot. Pasalnya, penjualan bir dan sejenisnya menyumbangkan pendapatan lumayan besar. “Di sini bir menyumbang sekitar 35 persen pendapatan,” kata Wayan pada VIVA.co.id, Senin, 2 Februari 2015.
Senada dengan Wayan, Ketut, pemilik minimarket berjejaring di kawasan Kuta, menyatakan hal sama. Ia khawatir bakal mengalami penurunan drastis akibat aturan tersebut. “Ya, jelas berdampak dong. Tentu pendapatan berkurang,” jelas Ketut.
Apalagi, sebagai pusat pariwisata Bali, Kuta merupakan wilayah di mana penjualan miras menemukan titik tertingginya. “Bagi wisatawan, meminum bir hal yang lumrah di negaranya. Maka dia ke Bali, ya membeli bir. Kalau dilarang, tentu juga akan berdampak pada industri pariwisata kita,” tutur Ketut.
Ia berharap, pemerintah memberikan kebijaksanaan khusus untuk Bali. “Ya, kalau bisa tolong diperhatikan lah. Pariwisata Bali kan penyumbang devisa besar kepada negara. Kalau pariwisata lesu, kita semua yang rugi,” lanjut Ketut.
Sementara itu, pro kontra di masyarakat juga terjadi. Andi, warga Denpasar misalnya, meski tak mempersoalkan aturan tersebut, namun ia sedikit khawatir terhadap aturan baru itu. “Terus, di mana nanti kalau mau beli bir?” katanya balik bertanya.
Andi mengaku belum tahu persis tentang aturan itu. Namun, sebagai anak muda yang gemar meminum bir, Andi mengaku, pemerintah belum memberikan sosialisasi jelas tentang aturan tersebut. “Ya misalnya, dijelaskan kenapa dilarang. Kalau di minimarket dilarang, lalu di mana bisa dibeli?” kata dia.
sumber: viva.co.id