TOTABUAN.CO – Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso memberi perhatian khusus pada fenomena perlawanan para bandar narkoba kepada aparat keamanan belakangan ini. Menurut jenderal bintang tiga ini fakta tersebut menunjukkan betapa berbahayanya perang melawan jaringan bandar narkoba saat ini.
”Dari dahulu mereka sudah berani kepada aparat dan belakangan memang kian berani. Ini adalah bentuk perlawanan mereka yang tentu tak ingin bisnis dan dagangnya terganggu, karena ini adalah pasar yang gede, dan celakanya masih banyak orang yang masih memakai (narkoba, Red),” kata jenderal yang akrab disapa Buwas.
Untuk itu, saat BNN dan Polri bergandeng tangan meningkatkan kerja sama dalam konteks penegakan hukum kepada para bandar narkoba. Upaya itu memunculkan perlawanan dari bandar narkoba. Semua ini disebutnya sebagai risiko dari tugas dan pengabdian kepada negara dan seluruh jajaran BNN serta Polri siap menghadapi ancaman tersebut.
”Kita harus lebih siap. Kasus perlawanan bandar narkoba di Deli Serdang, Sumut, dan dua kasus di Jakarta, adalah sebagai pembelajaran. Anggota kita juga tidak usah ragu-ragu demi penegakan hukum. Kita harus tegas. Senjata api yang ada pada kita harus digunakan,” tegasnya.
Saat disinggung apakah ini adalah indikasi, jika dibiarkan, maka bandar narkoba di Indonesia kelak bisa berubah menjadi kartel, seperti di Meksiko dan Kolombia yang menggunakan perlawanan total mengggunakan senjata api kepada aparat keamanan, Buwas menjawab ha itu bisa saja terjadi.
”Kita jangan tunggu seperti itu. Mereka di sini kesulitan mendapatkan senjata api, seperti di Meksiko, Kolombia, atau Amerika misalnya, sehingga menggunakan senjata rakitan atapun senjata tajam. Tapi ini toh sudah membahayakan kehidupan dan kita harus bertindak tegas. Bayangkan tiap hari itu ada 30 sampai 40 orang meninggal karena penyalahgunaan narkoba. Ini darurat narkoba seperti kata presiden,” urainya.
Tren perlawanan bandar narkoba ini, lanjut Buwas, juga terjadi karena dirinya menerapkan kebijakan, yakni para pengguna narkoba bisa dipidana dan tidak hanya sekadar direhabilitasi. Pasalnya kebijakan rehabilitasi pengguna narkoba, menurutnya, malah menyuburkan praktik perdagangan narkoba.
”Selama ini kan kita ribut soal rehabilitasi, maka para bandar itu nyaman berjualan toh nantinya pelanggan mereka hanya direhabilitasi, tidak dipidana. Maka, begitu para pengguna itu pun kita tindak, pangsa pasar mereka terancam. Orang tidak berani coba-coba pakai. Ini kegamangan mereka supaya tetap eksis dan ini sudah kita prediksi,” sambungnya.
Seperti diberitakan tiga kasus perlawanan bandar narkoba itu terjadi di Pematang Johar, Saentis, Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Senin (18/1). Dua personel Polresta Medan Sumatera Utara mengalami luka tembak saat menggerebek rumah bandar narkoba.
Saat itu sejumlah orang menyerang anggota Polresta Medan dengan memukul bagian kepala menggunakan benda tumpul. Seorang bandar narkoba kemudian merampas senjata polisi lalu digunakan untuk menembak polisi. Akibatnya seorang anggota polisi mengalami luka tembak di bagian badan dan tengah dirawat di rumah sakit.
Kejadian kedua terjadi di Jalan Slamet Riyadi 4, Matraman, RT 12/04, Kampung Berlan, Kebon Manggis, Jakarta Timur, Senin (18/1) malam. Saat dua orang anggota Polsek Senen mengalami luka bacok dan seorang lagi melompak ke Sungai Ciliwung dan belakangan ditemukan meninggal dunia.
S
aat itu Bripka Taufik Hidayat terpaksa melompat ke sungai bersama dengan seorang informan bernama Japri alias Cibe yang juga akhirnya ditemukan tewas. Mereka menghindari keroyokan massa yang tak terima polisi melakukan penangkapan bandar narkoba.
Kejadian terakhir menimpa dua anggota Sat Res Narkoba Polres Metro Jakarta Barat, Iptu Supriyatin dan Bripka Aris. Mereka diberondong tembakan saat menggerebek bandar narkoba di Jalan Bugis No 85, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (19/1) dini hari. Tembakan berasal dari bandar narkoba bernama Ical.
Sumber: beritasatu.com