TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU—Rencana penggabungan dua kecamatana yang ada di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) yakni Kecamatan Passi dan Kecamatan Lolayan ke Kotamobagu hingga kini masih terjadi tarik menarik. Sejumlah pihak menilai, penggabungan dua wilayah itu, karena ada kepentingan politik semata.
Namun Wakil Walikota Kotamobagu Jainuddin Damopolii mengatakan, anggapan rencana penggabungan dua kecamatan itu, bukan faktor politik. Malahan hanya karena faktor sosial.
“Kalau ada yang bilang karena ada faktor politik, tentu politik sosial kemanusiaan. Sebab, kalau mau dilihat jarak ke ibukota kabupaten warga yang tinggal di Kecamatan Passi dan Lolayan sangat jauh. Tentu ini yang kita kedepankan,” kata Jainuddin.
Beberapa faktor yang menjadi tanggung jawab pemerintah kota Kotamobagu ketika rencana itu terjadi, pertama pemerintah Kotamobagu harus menyediakan dana untuk membangunan sarana infrastruktur yang ada di dua kecamatan. Tentu kata Jainuddin, ini butuh kerja keras dari pemerintah.
Selain itu lanjutnya penyiapan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan sudah menjadi kewajiban pemerintah. Ini perlu tenaga ekstra serta dana untuk membangunan sejumlah desa yang ada di dua kecamatan yang tersebar.
“Kotamobagu saja banyak sarana infrastruktur yang harus dikerjakan. Tentu kalau rencana itu terjadi, ini jadi pekerjaan rumah pemerintah kota. Sebab sarana infrastruktur di dua wilayah itu butuh perhatian juga,” kata mantan kepala Bappeda Bolmong ini.
Ia juga mengatakan, kalau perhitungan politik, penggabungan dua kecamatan itu, tidak berpengaruh pada posisi kursi di DPRD. Sebab meski ada ketambahan wajib pilih di dua kecamatan, jumlah kursi tidak bertambah karena belum memenuhi standar yang ditentukan.
“Kalau bicara kepentingan politik, penggabungan dua wilayah saja, tidak mempengaruhi posisi kursi di DPRD. Jangakaun pelayanan kepada masyarakat lebih luas, tentu ini tambah capek. Tapi itulah tugas pemerintah akan tetap lakukan melayani kepada masyarakat jika memang itu terjadi,” kata dia.
Sehingga dia mengatakan, jika penggabungan dua kecamatan ini dinilai ada unsure politik ditepis dengan karena factor sosial saja. Warga yang ada di Passi dan Lolayan lebih dekat untuk mengurus semua kebutuhan mereka ketimbang harus ke ibukota Lolak yang butuh waktu hampir dua jam. (Has)