TOTABUAN.CO KOTAMOBAGU – Wakil Walikota Kotamobagu Nayodo Koerniawan tampak emosi saat berdiskusi dengan sejumlah mahasisiwa yang menggelar aksi demo di kantor wali kota Selasa (30/6) pekan lalu.
Emosi Nayodo terlihat, saat berdiskusi soal aksi protes kebijakan yang menjadi tuntutan mahasiswa di aula kantor walikota itu. Dengan suasana emosi, Nayodo berdiri dari kursinya dengan mengeluarkan ungkapan tidak sedap. Bahkan sembari beranjak dari tempat duduknya, namun langsung dicegat sejumlah pejabat sambil menenangkannya.
Aksi Wakil Walikota Kotamobagu itu direkam dan diunggah ke Instrgam oleh pemilik akun bernama mokoyusnan.
Di video itu, awalnya aksi demo dilakukan di depan kantor walikota. Beberapa menit menyuarakan aspirasi, mereka kemudian diajak ke aula dengan maksud melakukan audiens.
Walikota Tatong Bara tidak terlihat. Hanya ada Wakil Walikota Nayodo Koerniawan didampingi Sekretaris Daerah Sande Dodo, serta para pimpinan SKPD lainnya serta pengawalan aparat Kepolisian dan Satpol PP.
Setelah berdiskusi, para mahasiswa mengeluhkan, dengan kebojakan pemerintah kota terkait penanganan dampak Covid -19. Beberapa kali meminta data jumlah penerima bantuan pangan tidak diberikan. Alasan untuk meminta data jumlah penerima antuan, buntut ditemukannya beras bantuan yang tidak layak dikonsumi alias berkutu.
Namun hal itu menurut Nayodo, apa yang dilakukan itu sudah melanggar etika dan sudah seperti penyidik.
“Tidak bisa, Kepolisian dan Kejaksaan saja untuk meminta data, harus minta permisi. Ini sudah tidak beres. Cara seperti ini harus kita lawan karena sudah keterluan,” kata Nayodo.
Dalam video itu, Nayodo mengatakan, seharusnya untuk meminta data harus ada etika. Jika tidak mampu dilevel bawa naik ke level atas. Misalnya ke bertemu ke kepala dinas dengan cara yang elegan sambil menanyakan berapa jumlah dana atau berapa jumlah penerima bantuan.
Jika menimbulkan indikasi, ada Kepolisian ada kejaksaan yang punya kewenangan untuk melakukan penyelidikan. Bukan dengan cara-cara seperti ini, katanya.
Menurut mantan Ketua KPU Kotamobagu ini, melakukan aksi demo itu, tidak akan menyelesaikan persoalan. Bahkan bisa berbenturan dengan kelompok lain yang tidak senang dengan aksi tersebut.
Dia mengatakan, aksi itu juga hasrus dilengkapi dengan data. Sehingga bisa memberikan laporan kepada pihak Kepolisian atau Kejaksaan sebagai aturan hukum acara.
Tensi mulai naik dan mulai adu argumentasi antara Wakil Walikota dan para mahasiswa.
Saat memberikan penjelasan, suara Wakil Walikota menggelegar saat mendengar ada ungkapan dari salah satu mahasiswa yang menimbulkan Wakil Walikota tersinggung.
“Woi, siapa yang menyerang ke Anda, Tanya Nayodo. Siapa yang menyerang ke Anda, tanya lagi Nayodo. Jangan stel-stel jago di sini. Sudah diberikan ruang diskusi di sini mo stel-stel jago. Apa ngoni pe mau. Pemar deng Ngoni,” ucap Nayodo sambil berdiri.
Tidak hanya sampai di situ.Saat bergegas dari kursinya dengan maksud menuju ke salah satu mahasiswa, langsung dicegat para pejabat lainnya.
Suasana saat audiens itu, tampak riuh. Sejumlah pejabat dan aparat Kepolisian dan Satpol PP tampak terlihat berusaha menenangkan para mahasiswa.
Wakil Walikota dengan suara menggelar pun terus memberikan arahan kepada para mahasiswan agar demo lebih terarah.
Nayodo mengatakan, sebelumnya sudah memohon maaf meski suaranya keras dalam memberikan penjelasan, namun bukan berarti marah. Namun para mahasiwa menilai, ungkapan yang dilontarkan Nayodo, telah melukai hati mereka. Sebab menurut para mahasiswa menilai, ungkapan itu tidak mencerminkan Nayodo sebagai pejabat publik. Terlebih ungkapan kalimat “Pemar” yang dilontarkan itu, sebagai cacian kepada mereka.
Memang, kata Pemar tidak masuk dalam KBBI. Tapi sebagai orang Sulut, kalimat Pemar, pastilah tahu makna dari kalimat tersebut.
Kendati demikian, audiens itu tetap berlanjut dalam kondisi aman. Karena ada sejumlah tuntuttan mereka yang dijelaskan, para pimpinan SKPD. (*)
Ada apa pak wawali, anda kan pernah jdi mahasiswa – harusnya sbg pejabat yg dipilih rakyat seyogyanya mengedepankan akal sehat drpd rasa.